Sambutan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Sumber Foto: https://www.kelumajang.com/khazanah/98110593966/humor-gus-dur-otak-orang-indonesia-paling-tinggi-dalam-pagelaran-sedunia

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pertanyaan yang muncul akhir-akhir ini adalah, apakah Nahdlatul Ulama yang menjadi Partai, lalu bagaimana kaitannya dengan keputusan Muktamar NU XXVII di Situbondo 1984?. Pertanyaan itu dapat dijawab dalam satu tarikan nafas, bahwa Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah tidak menjadi, dan tidak pernah menjadi partai politik. NU sudah enjoy dan pas dengan keberadaannya saat ini sebagai ormas Islam. Karena itu jawaban pertanyaan berikutnya juga sama, bahwa kita tidak akan pernah mencederai hasil Muktamar NU Situbondo, begitu pula dengan keputusan dari keputusan dua Muktamar berikutnya di Yogyakarta di Cipasung.

Lalu bagaimana kok tiba-tiba ada Partai yang dideklarasikan oleh Warga Nahdlatul Ulama yang bernama Partai Kebangkitan Bangsa, di mana jalan ceritanya. Ceritanya tidak perlu dicari di mana-mana. Sebab inipun peristiwa biasa-biasa saja, tidak aneh dan tidak perlu bingung. NU sebagai ormas keagamaan terbesar di negeri ini, warganya itu bermacam-macam, sebagian besar menekuni pendidikan di Pondok Pesantren, ada petani, ada buruh dan pegawai negeri yang segmennya saat ini tidak hanya berada di desa, tetapi sudah menyebar di kota (urban) dan pinggiran kota (sub-urban). Terdapat ratusan intelektual yang bergelar doktor, dan ribuan yang sudah master dan S1. Mereka ini semua adalah warga NU yang memiliki pandangan dan visinya sendiri untuk membesarkan dan memajukan NU.

Diskursus yang tidak boleh dilupakan adalah, terdapat sejumlah besar warga NU yang “seolah-olah sakit” kalau tidak berpolitik. Mereka ini perlu dibuatkan wadah, biar tidak gentayangan tidak jelas. Untuk kebutuhan itulah, maka PBNU yang memang sifatnya menampung aspirasi warga, memberikan peluang kepada mereka untuk berpolitik dalam wadah Partai Kebangkitan Bangsa.

Tentu saja keterlibatan orang-orang NU dalam partai ini, atau partai lain yang disenanginya, tidak boleh mengganggu Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah. Saya sebagai Ketua Umum PBNU, akan melakukan pinalti dan tindakan yang keras kepada mereka yang mencoba mengganggu NU. Silahkan jungkir balik di partai, tapi NUnya jangan diusik-usik. Karena itu sejumlah aturan tentang pedoman berpolitik NU tetap mengikat setiap warga NU, demikian pula aturan-aturan lain yang pernah dikeluarkan oleh PBNU seperti perangkapan jabatan pasti akan diberlakukan.

Berkait dengan hal-hal tersebut di atas, kehadiran Partai Kebangkitan Bangsa seyogyanya disambut bukan sebagai pengantin baru yang sebentar lagi masuk kamar berbulan madu. Tetapi kita sambut partai ini berikut pengurusnya untuk melakukan kerja keras, dan terobosan di arena perpolitikan Indonesia yang bebas, adil dan demokratis. Partai ini tidak seharusnya mengulangi cerita kelam dan minor dari partai yang ada dan pernah ada di Indonesia. Sebab kalau hal itu terjadi, maka partai ini berarti menggali kuburnya sendiri.

Demikian tahniah saya dalam menyambut sejumlah dokumen (yang akan menjadi) historis tentang Partai Kebangkitan Bangsa. Semoga Allah SWT senantiasa memberi jalan terang kepada warga NU dan bangsa Indonesia dalam mengatasi kemelut sejarahnya.

Wallahul Muwaffiq ilaa aqwamith thoriq, Wassalamu’alaikum warhamatullahi wabarakatuh.