Sambutan Pembukaan Muktamar Luar Biasa Partai Kebangkitan Bangsa Yogyakarta, 17-19 Januari 2002

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Asslamualaikum wr.wb.
Yang kita muliakan, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang telah sudi mendatangi tempat kita memulai Muktamar Luar Biasa yang dipercepat ini. Kalau nanti beliau meninggalkan tempat, karena terdesak oleh waktu, harus kita pahami hal ini, namun kehormatan besar telah diberikan oleh beliau untuk kita.
Beliau dalam sambutan tadi, menunjukkan orang yang ngerti betul tentang NU bahkan lebih dari kita semua. Di samping itu saya ucapkan terima kasih juga kepada Hj. Rahmawati Soekarnoputri yang baru saja mengirimkan kurir Saudara Jimmy Palapa yang menemui saya dan menyampaikan salam beliau bahkan menyampaikan surat ucapan selamat yang belum saya buka karena langsung kemari. Nanti dalam Sidang Paripurna Pertama, akan kita dengarkan sambutan tertulis beliau.
Yang terhormat para Masyayikh, para undangan, para kepala perwakilan negara-negara sahabat atau utusan, para pengasuh PP AL-Munawir di Krapyak.
Marilah kita bacakan terlebih dahulu Al Fatihah untuk almarhum Kyai Munawir, almarhum Kyai Ali Maksum, almarhum Bapak Kyai Munazir Ali. Ala Hadiniyah Wakulli Niatan Sholihah, Al Fatihah.
Para hadirin dan hadirot sekalian,
Di tempat ini 12 tahun yang lalu Rois Aam kita waktu itu yaitu Bpk KH. Akhmad Siddiq almarhum, mencanangkan sesuatu yang sampai sekarang masih teriang-ngiang di kuping kita. Hal itu mungkin memerlukan sedikit modifikasi atau perubahan, yaitu bahwa persaudaraan yang dibangun NU adalah persaudaran yang didasarkan kepada ukhuwah islamiah, persaudaran sesama kaum muslimin, di samping itu ada ukhuwah wathoniah yaitu persaudaraan sesama warga bangsa dan ketiga ukhuwah basyariah, tetapi ingin saya ubah menjadi ukhuwah insaniah. Karena Basyariah artinya biologis, sedangkan yang dimaksudkan oleh KH. Akhmad Siddiq almarhum adalah kemanusiaan dalam arti yang umum atau insaniyah. Di samping sebagai deklarator atau Mu’alilul Hijaz, Bpk. KH. Muchit Muzadi, adalah orang yang bersama-sama KH. Akmad Siddiq almarhum merumuskan ketiga jenis persaudaraan tersebut. Untuk ini saya atas nama seluruh warga NU mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, karena pada hakikatnya perjuangan NU adalah perjuangan bangsa ini.
Pada tahun 1935 dalam Muktamar NU di Banjarmasin diajukan sebuah pertanyaan, pertanyaannya berbunyi: Wajibkah bagi kaum muslimin di kerajaan Hindia Belanda, waktu itu kita dikenal dengan nama demikian, yang diperintah oleh orang-orang non muslim untuk taat? Waktu itu jawabnya wajib, karena kaum muslim masih dapat menjalankan ajaran agama mereka dengan bebas di bumi kita ini. Ini penting sekali artinya, ini adalah pernyataan pertama bahwa NU cinta pada Pancasila walaupun pada sidang itu sendiri belum dirumuskan, oleh mendiang Presiden Sukarno, tetapi dia telah didahului oleh para masyaikh kita pada waktu itu.
Karena itu tidak heran ketika Pancasila lahir tidak ada masalah bagi kita. Bahkan ketika Piagam Jakarta dinyatakan ditolak oleh Laksamana Maeda dari bala tentara Jepang dan sebagian saudara-saudara kita, maka dengan mudah sembilan orang pemimpin-pemimpin Islam seperti: Ki Bagus Hadi Kusumo, Kyai Abdul Kohar Muzakkir, Abikusno Cokrosuyoso, Abdurrahman B, Abdul Wahid Hasyim, Agus Salim, semuanya menyatakan baik didrop saja, tidak usah dipertahankan. Kalau ini keputusan yang salah Insya Allah akan di tentang oleh almarhum K.H Hasyim Asy’ari, almarhum K.H Wahab Hasbullah, almarhum K.H Bisri Syamsuri, ketiga-tiganya terkenal sebagai pembela fiqh Islam yang ulet.
Kenyataan bahwa mereka diam saja, berarti putusan itu adalah putusan yang benar. Di sini berlaku apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. lan tas tami’uu ummati alaa dhola latin karena semua orang diam saja, tidak ada yang menentang para ulama sepakat bahwa tidak akan ada kesepakatan dalam hal yang mengenai kesalahan, maka berarti keputusan di atas sebagai keputusan yang benar.
Kalau sekarang ada saudara-saudara kita menyatakan bahwa piagam Jakarta itu diperlukan itu urusan mereka bukan urusan PKB. PKB puas dengan fiqhnya NU. Tidak perlu dari fiqh lain.
Para hadirin dan hadlirot.
Tadi Pak Alwi sudah bicara panjang lebar tentang paradigma yang dimintakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X harus dikembangkan oleh PKB. PKB sediri, sesuatu yang bersifat kesejarahan. Saya ingat seorang yang katakanlah paranormal mengatakan pada saya jauh sebelum itu: Kyai Sampean nggadah damel. Pil KB. Damel kan bahasa jawanya memakai atau membuat, artinya salah satu. kok pil KB. Lha untuk apa saya pakai pil KB? Anak saya sudah besar-besar nggak tahu kok saya mimpinya begitu, katanya. Ternyata kemudian dua tahun berikutnya lahirlah PKB, jadi bukan pil KB. PKB ini pun di daerah berbahasa Madura sudah dibilang pekebi partai keseluruhan nggak ada partai lain di sini (di Madura, Ed.). Ya, mudah-mudahan demikian halnya diikuti saudara-saudara kita dari bagian-bagian lain di Indonesia ini. Allahumma amin.
Nah, PKB mempunyai tugas yang berat, para ulama mempunyai tugas yang berat, NU dan PKB oleh sajarah diminta untuk memikul tanggung jawab demokratisasi di Indonesia. Karena kegagalan partai lain, kegagalan dari kelompok lain untuk bersama-sama secara teguh memperjuangkan demokrasi. Yang ada hanyalah kata-kata yang tidak ada artinya belaka. Hanya omong kosong yang diragukan orang. Suara saya sampai habis membawakan demokrasi sampai kemana-mana.
Berikutnya para kyai yang bergabung didalam NU dan PKB dituntut, ini saya ingat kata-kata Kyai Hamid, Imam Masjid Besar Malang, diberitahu waktu sidang mengenai seorang bupati yang mengatakan para ulama dituntut mensukseskan pembangunan. Kata Kyai Hamid, salahnya apa orang-orang tua ini kok dituntut, dikira dituntut di pengadilan, maka saya tidak menggunakan kata dituntut nanti banyak yang tidak paham.
PKB dan NU diminta untuk meluruskan orientasi atau arah perkembangan ekonomi kita. Ekonomi kita ini secara dahsyat sejak kemerdekaan hingga hari ini peraturannya masih menguntungkan perusahaan-perusahaan besar belaka, tidak pernah menguntungkan rakyat kecil. Kalau ada, hanya dijadikan alasan mendapatkan kredit bagi usaha-usaha besar itu. Ini yang terjadi, dan ini kenyataan sejarah, tidak dapat dipalsukan oleh siapa pun. Karena peraturan-peraturannya tertulis semua. Ditambah kebocoran yang oleh almarhum profesor Soemitro Joyohadikusumo dinyatakan di atas 10% dan ditambah pungutan-pungutan liar yang kita alami sehari-hari, jangan-jangan dari sini ke kota saja sudah ada pungutan liar berapa itu?
Nah, inilah yang merusak kedudukan kita sehingga kita menjadi bangsa yang hutang-hutang luar negrerinya berjumlah $ 700 miliar sekarang. Kalau Argentina dengan hanya $ 135 juta hutang-hutang luar negeri, sudah mengalami keporak-porandaan yang luar biasa, Alhamdulillah bangsa kita bangsa yang sopan. Tidak pernah ada apa-apa, sopan. Tapi orang sopan itu ada batasnya, karena itu terpaksalah PKB memikul tanggung jawab mengarahkan kembali ekonomi kita kepada ekonomi rakyat.
Hakikat dari ekonomi rakyat adalah dukungan dengan kredit murah dan sebagainya kepada usaha menengah UKM. Dia tidak hanya dijadikan komoditi politik, tetapi benar-benar didukung untuk memperoleh kemajuan ekonomi bagi bangsa kita. Ini kemungkinan diboikot orang, ekspor kita tidak akan diambil orang, dan impor kita tidak dilayani orang tidak usah takut. Bangsa yang 210 juta adalah pasaran luar biasa bagi produksi dalam negeri, ini harus dicanangkan menjadi kerja PKB di masa yang akan datang. Kita akan memulai ini dengan proyek-proyek kecil-kecilan, Insya Allah nanti bertambah lama akan bertambah banyak dan muda-mudahan diridhoi oleh Allah swt.
Hal ketiga yang perlu juga kita kerjakan adalah mengembangkan otonomi daerah dan desentralisasi kekuasaan sejauh mungkin. 76% atau tiga per empat (3/4) lebih dari uang yang beredar di Indonesia beredar di Jakarta saja, 180 juta rakyat Indonesia tergantung dari peredaran uang, dan hanya seperempatnya di daerah-daerah. Ini tidak bisa kita biarkan. Kalau dibiarkan, nanti daerah-daerah akan terbiasa menjadi daerah jajahan dari Jakarta. Saya tinggal di Jakarta tetapi saya paling tidak rela kalau daerah lain hanya menjadi jajahan Jakarta saja.
Maaf, ini tidak pernah di cover oleh media kita, kenapa, karena tradisi pelintiran. Maaf, karena itu PKB kalau dikatakan oleh Pak Alwi Shihab harus mengubah pola komunikasinya, sebelum Pak Alwi pidato sudah kita ubah. Yaitu kalau jalur komunikasi yang resmi melalui media massa, PKB dan NU menambah dengan jalur yang tidak resmi yaitu melalui pidato langsung kepada rakyat dengan ceramah agama dan sebagainya. Ini yang saya lakukan sampai habis suara saya. Akhirnya di suatu tempat, jari kaki saya kepelintir, akhirnya ada kuku masuk ke dalam dan inveksi. Terpaksa pakai sendal sekarang. Tetapi tidak apa-apa, karena tiap harinya pakai sendal juga. Walaupun di sini juga ada dr. Suyudi, Menteri Kesehatan kita yang Alhamdulillah dan dengan ucapan terima kasih datang kemari mewakili pribadi, karena kita tidak mengundang pemerintah. Alhamdulillah saya beranikan berdiri disini dengan memakai sandal minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Pak Suyudi, karena pakai sandal begini, kok modelnya seperti preman saja.
Di samping itu pokok keempat yang harus kita perhatikan juga adalah pendidikan nasional kita. Pendidikan nasional, sebelumnya pendidikan dan kebudayaan, saya rombak menjadi pendidikan nasional karena pendidikan nasional kita sejak dulu sudah salah arah. Maaf kepada para pendidik, maaf kepada para rektor, kepada para guru, kepala sekolah dan sebagainya, Anda semua telah salah arah. Mengapa? Karena pendidikan kita tidak mengajarkan akhlakul karimah, tidak mengajarkan moralitas dan etika. Karena itu banyak sekali profesor, doktor, insinyur, M.A, tetapi M.A-nya maling. Maaf ini kata-kata lucu tetapi keras, karena kita mengandalkan kepada capaian-capaian materi, tidak pernah memperhatikan aspek kerohanian, yang diwakili oleh etika dan moralitas. Itulah sebabnya mengapa bangsa Indonesia mengharapkan para ulama dengan segala kekurangan mereka, bahkan kekurangan celana dalam juga, untuk memimpin kita bangkit kembali di bidang moral dan akhlak. Innamaa buisttu liutammmimmaa makarimal akhlak kata nabi Muhammad saw, bahwasanya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Sudah mulia kenapa disempurnakan, karena mungkin terlalu sering dilupakan.
Jadi ini relevan sekali di sini untuk kita, oleh karena itu saya harapkan PKB dapat memimpin perbaikan-perbaikan di bidang pendidikan dengan apa yang kita kenal sebagai pendidikan komunitas dasar. Komida de bass apa yang dikumandangkan oleh Dom Helder Camara Uskup Agung dari Resive dan Rosalinda di Brazil, merupakan sesuatu yang sendirian saja saya telan terus.
Teman saya dalam hal ini adalah almarhum Romo Mangunwidjaya yang juga dilupakan oleh umatnya, sama dengan saya yang juga dilupakan oleh umat Islam. Tidak apa-apa asal kita masih betul-betul menyimpan cita-cita itu Insya Allah pendidikan dasar akan terus kita kejar di negeri ini. Apa yang oleh Ivan Illich dikatakan sebagai The Schooling Society, masyarakat tanpa sekolah sudah lama dipraktekkan kyai. Kyai mengajar penduduk adalah sebagai salah satu contoh pendidikan dasar. Contoh seperti itulah yang akan dibuat pada masa yang akan datang.
Karena itulah hadirin, hadirot, dengan mengucapkan terima kasih kepada pondok Al-Munawwir, tempat saya kecil belajar, tempat saya mulai meraih ilmu agama, tempat saya memperolah bahasa Arab untuk pertama kali. Guru saya tercinta Kyai Ali Maksum adalah orang yang benar-benar menanamkan jiwa kemanusiaan dalam diri saya bersama dengan Kyai Chudlori Tegal Rejo, dan K.H Abdul Fattah Hasyim Tambak Beras. Tiga-tiganya merupakan contoh yang luar biasa. Ada ucapan dari Annabih wa addubiyani yang sering diucapkan oleh kyai-kyai dalam membaca balaghoh dan atas faedah menghilangkan musyabbah dan musyabbabih-nya tetapi kyai-kyai tidak tahu siapa yang ngomong itu. Fainnaka samsun wal muluku kawakibu idza tholaat lam ya ‘tu minhunna kaw kabu “Kau bagaikan matahari, dan raja raja lain hanyalah bintang gemintang, kalau matahari tampak dilangit maka bintang-bintang itu akan sirna sama sekali dari pandangan kita”. Ini berlaku untuk ketiga beliau di mata saya, tidak tahu dimatanya orang lain.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada Pondok Pesantren Al-Munawwir, terima kasih kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X yang telah merelakan daerahnya dijadikan ajang untuk MLB yang dipercepat ini. Saya bilang dipercepat ini, karena tidak sama dengan klaim-klaim orang yang bikin Muktamar. Ya, Pak Alwi lupa dengan (istilah, Ed.) MLB yang dipercepat ini, lalu juga Pak Yahya C Staquf lupa, tetapi tidak apa-apa. Jadi ini adalah MLB yang dipercepat supaya agak beda dengan yang lain. Karena yang lain itu katanya seluruh pesertanya sakit. Karena itu Pak Sujudi datang kesana sebagai dokter untuk menyembuhkan. Saya main-main begini karena untuk menunjukkan kepada mereka bahwa hanya sebagian dari mereka yang dapat diterima kembali di PKB, lainnya yang preman-preman silakan berada di luar. Ada seorang utusan menjadi ketua DPC empat buah Parpol, ini kan lucu. Yaitu, parpolnya PARI, PNU dan Parpol lain yang tidak saya sebut namanya.
Akhirnya dengan mengucap Bismillahirroh manirrohim Muktamar Luar Biasa yang dipercepat ini, saya nyatakan dibuka.
Wallhul muwaffiq ilaa aqwamith tharieq, Wassalamualikum Warahmatullah Wabarakatuh
Jakarta, 17 Januari 2002