Saya Tidak Mencari Jabatan (Wawancara)

Sumber Foto: https://bincangsyariah.com/kolom/kenapa-gus-dur-bisa-jadi-presiden/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Siapa pun yang menjadi presiden, Gus Dur mengaku akan tunduk, sami na waatha na. Kalaupun dirinya terpilih, dia siap membenahi dua hal utama. Apa?

Dalam peta kandidat presiden, posisi KH Abdurrahman Wahid tampak menguat. Terlebih setelah Amien Rais, orang yang menjagokannya, terpilih sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Padahal semula, banyak orang ragu atas kesungguhan Amien. Justru Gus Dur sendiri yang menepis keraguan itu. “Biar saya kayak begini, dia tetap ngotot mencalonkan saya. Itu politik orang Islam, tidak tertarik titel. Beliau itu kan profesor doktor, kok ya mau mencalonkan orang seperti saya. Kalau tidak ikhlas, ya tidak mungkin ada,” ujar pria kelahiran Denanyar, Jombang, pada 4 Agustus 1940 itu.

Meskipun begitu Gus Dur tampak rendah hati. Siapa pun yang terpilih nanti, menurut dia, akan ia dukung sepenuh hati. Kalaupun dia sendiri yang terpilih, “Ya, saya akan lakoni,” ujarnya. Adapun langkah pertama yang akan dia tempuh adalah mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan menjaga harga diri bangsa.

Tentang sikap Gus Dur lebih rinci, berikut wawancara Elly Burhaini Faizal dari Panji, dengan ketua umum PBNU itu. Wawancara berlangsung di mobil yang membawanya dari kantor PBNU menuju Hotel Sahid.

Tampaknya langkah Anda untuk menjadi presiden makin terbuka.

Itu bukan saya yang bikin. Itu Mas Amien dari Poros Tengah. Kalau saya sih sama saja. Kalau MPR nanti memutuskan saya sebagai presiden, ya saya lakoni. Bukannya apa-apa, tetapi memang begitu perintah agama. Jangan cari jabatan, tetapi kalau diperintahkan sebagai amanat ya harus dilaksanakan.

Sikap Anda menerima pencalonan oleh Poros Tengah tampaknya membuat perbedaan pendapat di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebagian mendukung Anda, selebihnya berpihak pada Matori yang masih setia mendukung Megawati.

Saya yakin pada waktunya mereka bakal bersatu. Artinya mereka bisa mendukung saya, tetapi bisa juga tidak. Terserah saja. Wong saya tiak mencari dukungan.

Apakah Anda berupaya mempersatukan PKB dari perpecahan pendapat atas masalah pencalonan presiden?.

Saya hanya mencari yang terbaik di PKB. Jangan lupa, agama juga mengatakan, pendapat boleh berbeda, asalkan sama-sama ikhlas.

Saat Gus Dur menerima pencalonan sebagai presiden oleh Poros Tengah, bagaimana dengan dukungan Anda terhadap Megawati?

Harus dimengerti, lho, saya mendukung Mbak Mega sebagai calon presiden. Saya mendukung hak dia sebagai calon. Bagaimana dia jadi, ya itu urusannya Mbak Mega. Bukan urusan saya. Jangan disalah mengerti. Kalau Mbak Mega jadi presiden, saya sih senang-senang saja. Kenapa tidak?

Tapi beredar suara-suara yang menyatakan Anda kecewa atas sikap Mega?

Ah, ya nggak. Kecewa apa sih?

Misalnya tentang adanya dugaan orang PDI Perjuangan ikut main dalam Tragedi Semanggi II?

Ya, kalau orang PDI Perjuanganada yang begini, begitu, itu kan bukan berarti Mbak Mega, kan. Harus dibedakan antara Mbak Mega dan yang lain. Mbak Mega itu adik saya. Saya tahu betul jiwanya. Tidak akan dia melakukan hal seperti itu.

Jadi, siapa pun presidennya Anda tetap dukung?

Oh, ya. Sebab itu adalah inti demokrasi.

Tampaknya peluang Megawati terpilih sebagai presiden makin kecil. Ini bisa dilihat dari hasil voting yang sudah dilakukan dan sikapnya yang enggan menjalin hubungan dengan partai-partai lain.

Saya tidak pada posisi menilai langkah PDI Perjuangan. Saya tidak bisa memberikan penilaian terhadap masalah itu.

Megawati sikap Megawati yang enggan berkoalisi?

Ya, nggak tahu. Itu urusan Mbak Mega. Kok saya yang ditanya? (Gus Dus menjawab sambil tertawa)

Bukankah Anda dekat dengan Mbak Mega sehingga setidaknya mengetahui sikap Mega sesungguhnya?

Saya bisa dekat dengan Mbak Mega karena urusan-urusan pribadi. Bukan menyangkut policy, gampangannya begitulah. Saya dekat dengan Mbak Mega dalam kaitan itu. Saya sengaja nggak mau tanya macam-macam sama Mbak Mega. Dia juga sengaja nggak mau ngomong macam-macam dengan saya. Ya sudah. Kita batasi pembicaraan. Saat ini yang betul-betul getol diperbincangkan kalau saya bertemu dia adalah soal mangga dari Pakistan.

PDI Perjuangan merasa paling berhak menjadi presiden. Apalagi, Megawati jelas mendapat dukungan AS. Indikasinya, Megawati satu-satunya pimpinan partai politik yang diundang bertemu William Cohen.

Ah, ya. Tapi dukungan Cohen apakah menguntungkan atau merugikan juga tidak jelas.

Tapi selama ini siapa pun yang akan menjadi presiden Indonesia harus mendapat “restu” dari Amerika, kan?

Ya tapi apakah itu benar? Itu kan salah! Wong kita negara berdaulat. Kita punya perasaan sendiri kok didikte orang. Ya nggak boleh.

Jangan-jangan Mega sudah merasa di atas angin setelah diundang Cohen kemarin?

Tidak tahu. Kemarin sebetulnya saya juga diundang Cohen. Tapi saya tidak mau datang.

Kenapa?

Untuk apa? Wong saya punya kerjaan sendiri repotnya bukan main.

Semata-mata akibat kesibukan Anda? Apakah bukan karena Anda merasa AS terlalu ikut campur urusan orang lain?

Pertimbangan itu ada juga. Dengan kata lain saya melihat Amerika terlalu campur tangan dalam urusan Indonesia. Sampai-sampai Cohen harus memperingatkan TNI segala macam. Emangnya kita nggak bisa ngurusi TNI? Ya bisa saja kita membuat TNI menyadari kesalahan-kesalahan masa lampaunya untuk selanjutnya tidak berbuat seperti itu lagi. Begitu saja kok tidak bisa? Sikap TNI harus diperbaiki.

Penilaian Anda terhadap TNI tetap positif?

Ya tetap harus positif. Tapi ini terhadap TNI sebagai lembaga. Kalaupun di dalam TNI dikatakan ada orang-orang yang begini, begitu, ya sudah biasa. Wong di dalam sipil saja ada orang-orang yang semacam itu. Mosok saya mau sok suci. TNI itu pencerminan masyarakat. Kalau masyarakatnya begini ya TNI ikut begini. Kita harus ingat. Kalau ingin mernbangun masyarakat yang benar, TNI harus ditata.

Anda sepakat atas formula Cohen bahwa di pemerintahan mendatang militer menjadi subordinat sipil?

Kita punya pendapat sendiri. Tidak usah bergantung kepada Cohen. Sekali lagi saya ingatkan tidak usah bergantung kepada Cohen!

Tampaknya orang menilai Anda satu-satunya kandidat yang tidak mau didikte kekuatan Barat?

Saya tidak pernah mau didikta siapa pun baik dalam dan luar negeri. Adapun pergaulan baik, ya itu kan cuma pergaulan baik. Saya bergaul balk dengan orang-orang. Kemarin saya bertemu Bruce Grant, mantan ketua Asosiasi Indonesia-Australia.

Kami bicara panjang lebar masalah Timor Timur. Saya bilang, “Pemerintah Australia terlalu sombong!”. Anggapannya bisa mengatur kita. Jawabannya ya biasalah, “Oh kita nggak bermaksud begitu”. Tidak begitu bagaimana, Iha wong kenyataannya begitu. Kenyataan kan lebih penting daripada perkataan. Amerika juga begitu. Ada elemen-elemen kuat dalam pemerintahannya untuk memaksakan kehendak kepada kita. Saya bilang sama Duta Besar Australia (John McCarthy), “You jangan mau dilecehkan Amerika. Disuruh keras sama Indonesia. Habis ribut sama kami, you ditinggal lari.” Itu pengalaman pemberontak PRRI/Permesta dulu. Cuma 2-3 bulan, paling lama lima bulan, setelah itu ditinggal lari. Kasihan kan orang-orang kayak Ventje Sumual, Mohammad Husein. Mereka cuma dikorbankan.

Kenapa para pemimpin kita tidak pernah bisa melepaskan diri dari pengaruh asing?

Ya nggak. Bung Karno kan hebat. Dia sanggup menolak pengaruh asing. Kenapa tidak? Bahkan, kata Bung Karno, kalau kita perlu makan tanah ya kita makan tanah.

Apakah Gus Dur sanggup bersikap tegas terhadap pengaruh asing bila terpilih menjadi presiden mendatang?

Saya akan mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan Indonesia dan menjaga harga diri bangsa. Orang semacam Howard itu bukan main rasialis. Omongan-omongannya tidak karuan! Saya baca semua di koran-koran Australia.

Meskipun pemerintahan Habibie dianggap gagal, dukungan terhadap Habibie masih kuat. Bagaimana menurut Anda?

Kalau saya sih, siapa pun yang jadi, saya akan sami’na waatha’na. Saya akan tunduk.

Bagaimana dengan kenyataan skandal-skandal pemerintahan Habibie?

Pokoknya saya akan tetap tunduk. Saya optimis kebenaran akan menang.

Termasuk terhadap TNI yang masih memiliki kekuatan di Sidang Umum?

Nggak juga. Nggak mungkin Pak Wiranto bisa jadi Presiden. Semua pasti akan menolak. Memang sudah waktunya ada perubahan sikap dari militer itu sendiri.

Seandainya Anda menjadi presiden kelak, apa yang akan Anda benahi?

Banyak. Yang jelas ada dua masalah pokok. Pertama, politik luar negeri yang tepat untuk menghindarkan diri dari pelecehan orang lain. Kedua, menormalkan keadaan ekonomi secepat mungkin. Untuk itu perlu diadakan langkah-langkah pokok, yakni ditegakkannya kejujuran, keikhlasan, kesungguhan, karena itu rahasia pemerintahan yang benar. Itu berarti kita menegakkan demokrasi.

Tapi ada yang bilang Anda bisa terjegal dalam Sidang Umum nanti?

Biar saja, wong saya tidak mencari jabatan. Kalau diperintahkan, saya akan jalankan. Kalau ada orang mengusulkan saya ternyata gagal, itu urusannya orang itu bukan urusan saya.

Kalau Anda menjadi presiden, siapakah wakil yang paling tepat menurut Anda?

Belum tahu. Tidak segampang itu saya mengambil keputusan.

Kabarnya kalau Mega gagal jadi presiden bakal terjadi kekacauan?

Saya cuma bisa menjanjikan, saya selalu berpegang kepada konstitusi. Siapa yang melanggar konstitusi akan saya tindak, bila saya punya wewenang untuk itu. Saya tidak peduli dia siapa.

Anda yang mengatakan Mega itu punya “dendam istana”? Semua akan ia lakukan asalkan bisa masuk istana….

Itu kan baru andai-andai. Saya tidak bisa menjawab karena masalahnya sangat dalam. Latar belakangnya luas sekali. Jadi saya tidak bisa menjawab.

Jadi, sebaiknya Mega tidak perlu bersikap seperti itu?

Ya jelas.