Surutnya Kemapanan, Pasangnya Penantang?

Sumber Foto: https://www.bolabeten.com/bola/sejarah-piala-dunia-usa-1994-trofi-keempat-timnas-brasil-dan-tragedi-andres-escobar/

Ulasan Piala Dunia 1994

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Salah satu gejala menarik dari putaran akhir Piala Dunia 1994 adalah runtuhnya kejayaan kawasan Eropa Barat. Putaran perempat final masih diikuti Belanda dan Jerman Barat. Seimbang dengan perwakilan Eropa Selatan dan Eropa Tengah-Timur. Eropa Selatan menghadirkan Italia dan Spanyol, serta Eropa Tengah-Timur menghadirkan Bulgaria dan Rumania. Sedangkan Amerika Latin dan Eropa Utara hanya menghadirkan masing-masing satu kesebelasan, Brasil dan Swedia. Dalam perempat final, tidak satu pun wakil dari Eropa Barat hadir.

Kenyataan ini tidak berarti tumbangnya kemapanan sepak bola Eropa Barat, karena putaran-putaran akhir kompetisi piala dunia selalu hanya menyisakan beberapa kesebelasan terbaik saja yang tidak mewakili kawasan manapun, termasuk kawasan mereka masing-masing. Bahkan pertandingan final justru merupakan penguburan konsep kawasan, dan menunjuk supremasi satu negara saja atas semua tim sepak bola yang ada di dunia.

Tetapi, bagaimana pun dalam 20 tahun terakhir ini kita senantiasa melihat adanya kehadiran kesebelasan-kesebelasan Eropa Barat dalam babak-babak akhir kompetisi akbar sejagat itu. Bahkan pernah babak perempat final didominasi separuh oleh kesebelasan-kesebelasan dari kawasan Eropa Barat. Karena itulah akhirnya orang terbiasa untuk menganggap bahwa qua kawasan, Eropa Barat adalah pemegang hegemoni persepakbolaan dunia.

***

Kesebelasan Jerman, Inggris, Belanda dan Prancis dianggap sebagai unsur perwakilan terbaik untuk sebuah kawasan sepak bola. Eropa Selatan diwakili oleh Italia, dan sekali-sekali oleh Spanyol atau Portugal sebagai penambah kesemarakan kompetisi akbar sejagat itu, seperti Belgia, Irlandia, Irlandia Utara, dan Wales dari Eropa Barat. Sedangkan Eropa Timur cuma biasa diwakili Rusia/ Uni Soviet, dengan Rumania, Yugoslavia atau Ceko-Slovakia sebagai penambah kesemarakan dari kawasan Eropa Tengah-Timur. Amerika Latin diwakili Argentina dan Brasilia, di samping Uruguay atau Chile sebagai penambah kesemarakan. Sedangkan Afrika, Asia dan Amerika Tengah-Utara baru diwakili dalam beberapa kali putaran terakhir saja.

Walaupun sebenarnya tidak ada hegemoni kawasan manapun, tetapi sudah terlalu lama Eropa Barat dianggap sebagai tolok ukur persepakbolaan dunia, karena memang keempat “negara perwakilan”nya itu benar-benar menunjukkan prestasi hebat. Siapa pun tidak bisa main-main dengan Belanda, Inggris, Jerman dan Perancis, yang senantiasa melahiran strategi yang berubah dari satu putaran ke lain putaran akhir piala dunia selama seperempat abad ini. Dari saat Inggris merebut piala dunia dengan sepakbola konvensional hitandrush-nya di tahun 1966, persepakbolaan dunia digedor dengan total football-nya Belanda, overpowering ball-nya Jerman dan sepakbola dinamitnya Prancis. Putaran akhir piala dunia kali ini pun masih menerima suguhan strategi “serangan acak” yang begitu menyeluruh dari tim asuhan Dick Advocaat, yang bisa saja melahirkan kejutan baru apabila pelatih Belanda itu dapat menghindari beberapa kesalahan taktis yang tidak perlu. Sebagai akibat, tim Oranye itu dikalahkan Brasil di putaran perempat final dengan skor 3-2. Jelas bahwa prestasi itu akan dilampaui Belanda dalam putaran akhir piala dunia yang akan datang.

Masalahnya sekarang adalah cukupkah sumbangan Belanda itu untuk menepis pasang naiknya kesebelasan-kesebelasan penantang yang baru muncul dalam dasawarsa terakhir ini? Dari Afrika akan muncul tantangan terberat dari Nigeria dan Ghana, yang memiliki pemain-pemain nasional dalam jumlah besar di klub-klub papan atas Eropa saat ini. Dari Asia daya tahan Korea Selatan dan sebentar lagi Jepang, yang sudah memulai kompetisi domestik pada tingkat permainan klub-klub papan atas dunia, jelas akan memberikan tantangan berat bagi kesebelasan-kesebelasan Eropa Barat. Prestasi menahan Spanyol dan mengejar ketinggalan gol dari Jerman, walaupun akhirnya kalah tipis 3-2, menunjukkan kualitas Korea Selatan yang sudah mencapai tingkat dunia. Setidak-tidaknya setaraf dengan Spanyol, Bulgaria dan Rumania, yang sering dianggap berada di tingkat A minus.

***

Dari Benua Amerika, di samping “langganan lama” Argentina dan Brasil, kesebelasan Meksiko, Amerika Serikat dan salah satu negara Amerika Latin (seperti Paraguay atau Kolombia) dapat saja masuk kategori A minus tersebut. Bahkan Meksiko tampaknya sedang menuju pada grade A, tanpa minus, melihat permainannya yang semakin mantap. Hanya kalah gol penalti yang menghindarkan Meksiko dari kehadiran di perempat final. Bolivia pun masih harus diperhitungkan sebagai penantang baru walaupun saat ini posisinya lebih berada pada grade B plus, kalau dilihat dari prestasinya dalam putaran akhir Piala Dunia 1994 ini.

Kawasan Eropa Utara menghadirkan tiga buah kesebelasan yang bisa saja menantang kawasan-kawasan mapan seperti Eropa Barat, Eropa Selatan dan Amerika Latin. Swedia, dengan kemampuannya membuat frustrasi para penyerang Brasil dan hanya kalah setelah kapten kesebelasannya diusir keluar lapangan jelas berada di grade A, sejajar dengan Brasil, Italia. Belanda dan Jerman. Denmark tidak bisa dipandang ringan, karena bola dinamitnya yang eksplosif masih dapat menampilkan kekuatan sebuah kesebelasan A minus. Norwegia juga berada pada grade ini, terbukti dari penampilannya melawan Belanda dan Irlandia.

Tantangan terberat bagi kemampanan Eropa Barat datang dari Eropa Timur. Rusia yang belum pulih seratus persen dari kemerosotan setelah menjadi kesebelasan kesemakmuran, masih mungkin mengangkat kembali permainan kolektif yang mementingkan pola posisional dan pertahanan zonal yang dikombinasikan dengan bola menekan, seperti dibuktikannya ketika mengalahkan Kamerun. Bagaimana pun ia akan kembali ke grade A, setelah sedikit merosot ke grade A minus dalam kompetisi Piala Dunia 1994 ini.

“Perdebatan mengenai strategi harus dimenangkan oleh pelatih, kalau diinginkan sukses dalam kompetisi akbar seperti piala dunia.”

Di samping Rusia, Bulgaria dan Rumania jelas merupakan tantangan berat bagi kesebelasan-kesebelasan Eropa Barat. Belum lagi Yugoslavia, kalau krisis Serbia-Bosnia dapat diselesaikan. Ketiga kesebelasan itu memang berada pada tingkat berbeda dengan Yugoslavia, Rumania masuk ke grade A dan Bulgaria pada grade A minus. Dengan empat buah kesebelasan pada grade A dan A minus, qua kawasan Eropa Tengah-Timur merupakan kawasan penantang terberat bagi hegemoni kawasan manapun. Tim Italia yang sekarang sudah berada pada puncak kejayaannya dan akan merosot dalam putaran akhir yang akan datang, jelas akan dilabrak oleh kesebelasan-kesebelasan Eropa Tengah-Timur itu. Brasil dan Argentina pun belum tentu dapat mengatasi tantangan mereka. Jerman dan Prancis harus menemukan pemain-pemain baru pada kualitas Piala Eropa 1988 dan 1992 serta Piala Dunia 1990 (dan bukannya 1994), untuk dapat menghadapi penantang-penantang dari Eropa Tengah-Timur itu.

Tinggal Inggris dan Belanda sajalah yang saat ini jelas dapat menyangga kemapanan hegemonik kawasan Eropa Barat itu. Itu pun dengan catatan apabila ditemukan pelatih nasional dengan konsep-konsep baru yang jelas dan dikuranginya egoisme klub-klub Inggris sendiri. Sedangkan Belanda, dengan pemainnya yang memiliki kualitas merata yang begitu tinggi harus menyelesaikan masalah utama debat kronis dan kelangkaan rasa tunduk kepada pelatih nasional, seperti dialami Advocaat dari Ruud Gullit. Perdebatan mengenai strategi harus dimenangkan oleh pelatih, kalau diinginkan sukses dalam kompetisi akbar seperti piala dunia.

Ternyata percaturan sepak bola di tingkat dunia tampak akan semakin ketat dalam 4 sampai 8 tahun mendatang ini. Pemain-pemain baru Argentina, Belanda, Spanyol, Rumania, Nigeria dan Ghana jelas menjanjikan persaingan sengit. Apalagi kalau para pemain Swedia dan Brasil dapat memelihara momentum kekuatan mereka sekarang. Lebih-lebih lagi kalau Jerman mampu melontarkan pemain-pemain baru ke panggung kompetisi akbar piala dunia pada sisa dasawarsa ini.