Tegas, Tapi Tidak Keras

Sumber Foto: https://pontas.id/2020/08/13/mpr-siap-gelar-sidang-tahunan-mpr-2020/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Penulis menunjukkan sikap yang dianggapnya rasional kepada para ketua-ketua umum partai politik (parpol) yang menentangnya. Secara terbuka, penulis menyatakan tidak akan menemui para ketua-ketua umum parpol tersebut. Baik itu Matori Abdul Djalil dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yusril Ihza Mahendra dari Partai Bulan Bintang (PBB), Akbar Tandjung dari Partai Golkar, Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), maupun Amien Rais dari Partai Amanat Nasional (PAN) — tidak akan ada seorang pun dari mereka yang ditemui secara langsung. Hal itu dimaksudkan, untuk melakukan koreksi atas keputusan mereka bersama guna melaksanakan Sidang Istimewa (SI) MPR-RI, beberapa bulan yang lalu. Hal itu nyata-nyata melanggar Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45), karena tidak ada bukti-bukti kuat untuk menyelenggarakan SI tersebut.

Belakangan ini, dikemukakan sebuah alasan lain. Menurut alasan itu, para pimpinan parpol–pada saat itu, telah memutuskan penyelenggaraan SI MPR-RI, karena Presiden mengeluarkan dekrit mengenai pembekuan DPR dan MPR-RI. Ini jelas sebuah penipuan sejarah, justru karena pertemuan mereka di rumah Megawati Soekarnoputri yang memutuskan penyelenggaraannya, jelas mengharuskan Presiden mengambil prakarsa mengeluarkan dekrit tersebut. Hal ini penting untuk dikemukakan di sini, guna memungkinkan orang melihat kenyataan sebenarnya, baik di masa kini maupun yang akan datang.

Wakil Presiden Hamzah Haz, mendapatkan reaksi tidak bersahabat dari penulis, ketika dilaksanakan peresmian makam Bung Hatta, setelah dipugar. Ia menyatakan kepada publik, melalui media massa, bahwa penulis masih bersikap emosional. Yang demikian itu tadi tidaklah benar, karena dasarnya bukan emosi, melainkan protes moral atas keputusan para pemimpin parpol untuk menyelenggarakan SI yang jelas-jelas melanggar UUD ’45. Masa’ tidak seorang pun dari 200 juta jiwa warga negara kita yang berani menyatakan sikap moral untuk memprotes keputusan tersebut.

***

Ada tiga hal yang sangat mendasar dilakukan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dalam kampanye pemilu yang akan datang. PKB, dari sekarang memberikan tekanan terhadap proses demokratisasi, penciptaan pengembangan ekonomi rakyat, dan percepatan perluasan otonomi daerah (desentralisasi kekuasaan). Ketiga hal itu, akan dikemukakan dalam kampanye-kampanye PKB dalam berbagai bentuk. Dengan demikian, diharapkan rakyat akan menjadi tahu akan arti PKB bagi kehidupan bangsa dan diharapkan dukungan mereka dalam pemilu mendatang.

Bahwa, melalui demokrasi, dimaksudkan penegakan kedaulatan hukum secara bertahap-mengikuti dictum ushul fiqh (legal theory Islam), bahwa apa yang tidak dapat diwujudkan sepenuhnya di suatu masa, jangan ditinggalkan yang terpenting (mâ lâ yudraku kulluh, lâ yutraku julluh). Yang terpenting, di sini, adalah penegakan hukum, meski secara bertahap. Lain halnya dengan keadilan sikap terhadap perbedaan etnis, agama, budaya maupun bahasa ibu (mother language). Ini semua, haruslah diwujudkan secara serentak, karena menyangkut hak-hak sipil warga negara yang dapat dilaksanakan saat ini juga.

Upaya mewujudkan ekonomi rakyat dapat dilakukan dengan mengambil bentuk–misalnya, melalui upaya mewujudkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Cara terpenting yang harus dilakukan adalah menyediakan kredit murah bagi mereka melalui penelitian cepat mengenai kelayakan usaha (feasibility) dan kemampuan mengembalikan kredit. Dikombinasikan dengan upaya memperkecil korupsi dan penyelundupan serta menghentikan pungutan-pungutan liar, diharapkan UKM segera dapat bergerak dengan cepat.

Ekonomi rakyat–dalam bentuk segala macam UKM, ternyata mampu melindungi perekonomian kita sebagai bangsa, di tengah-tengah kekalutan ekonomi dunia yang disebabkan oleh resesi ekonomi di berbagai negara. Pada saat-saat semacam ini, penulis yakin ekonomi rakyat akan mampu membawa kita keluar dari krisis yang ada di bidang tersebut, dan membuat prakarsa/inisiatif untuk menempatkan bangsa ini sebagai kekuatan utama di dunia yang sedang lesu. Usaha-usaha besar dengan segala kecanggihan mereka telah gagal dalam tugas tersebut. Karena, mereka tunduk kepada pengaruh-pengaruh eksternal, yang melakukan dominasi atas diri kita melalui penerapan salah terhadap konsep globalisasi.

***

Di sini, otonomi daerah/desentralisasi kekuasaan sangat diperlukan untuk melawan kecenderungan kuat kekuasaan pusat/sentralisasi. Di Jakarta saja, misalnya, jumlah peredaran uang diperkirakan mencapai 76% dan 24% lainnya di kawasan lain di negeri kita. Ini jelas mengharuskan segera dilakukannya otonomisasi dan desentralisasi tersebut. Dan, hal itu memerlukan perluasan lebih jauh, yang diimbangi oleh perbaikan-perbaikan, terutama dalam redaksi UU No. 22 th. 1999. Bahwa kekuasaan daerah yang cenderung menciptakan tuan-tuan kecil (warlords)–yang menguasai pemerintahan daerah, harus ditundukkan kepada pemeriksaan yang teliti dan hati-hati dalam pelaksanaannya.

Jelaslah dari uraian di atas, bahwa banyak sekali yang harus dilakukan dalam ketiga bidang di atas. Ini belum lagi jika diingat hal-hal seperti pertahanan dan keamanan, kedudukan pamong praja dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sampai di mana kekuasaan Presiden (yang sampai hari ini belum ada Undang-Undangnya) dan struktur pemerintahan secara keseluruhan, merupakan tugas berat yang dipikul oleh pimpinan nasional di masa-masa yang akan datang. Karenanya diperlukan sebuah sikap yang jelas dari diri kita sebagai bangsa: tegas, tetapi tanpa kekerasan !!!