Pemilu 1999 dan Masa Depan Bangsa
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Ada beberapa pemikiran yang bisa saya kemukakan untuk menghadapi Pemilu 1999 yang sangat penting ini. Intinya kita ingin mengembangkan demokrasi bagi Indonesia di masa depan. Melalui Pemilu kita ingin membangun pemerintahan yang bersih, kita ingin memberikan persamaan hak bagi semua warga negara tanpa pandang bulu asal usul agama, asal usul ras, dan asal usul lainnya. Melalui Pemilu 1999, kita ingin membangun masyarakat dimana kedaulatan hukum berkembang dengan baik. Melalui Pemilu 1999, kita ingin mengembangkan masyarakat yang didalamnya kebebasan berbicara dijamin sepenuhnya oleh undang-undang tanpa ada ikatan-ikatan dan campur tangan dari pihak mana pun. Melalui Pemilu 1999 pula, kita inginkan pertanggungjawaban yang jujur dari pemerintah kepada rakyat. Jangan seperti sekarang ini, pertanggungjawaban pemerintah hanya bersifat pro forma.
Masih banyak lagi yang bisa kita catat tentang pemilu. Tetapi saya rasa beberapa hal di atas tadi dapat kita jadikan kunci bagi masa depan bangsa kita yang gemilang karena pemilu merupakan wahana untuk dapat memulai mewujudkan keinginan-keinginan itu.
Mengenai UUD 1945 dan negara kesatuan RI, sikap kita jelas. UUD 1945 merupakan dasar negara yang menjadi sumber dari segala hukum dan perundang-undangan lainnya. Karena itu kalau ada yang menginginkan hukum negara didasarkan pada agama tertentu atau pada sebuah sistem hukum tertentu, itu berarti mengkhianati UUD 1945.
Demikian juga dengan Timor Timur, dalam konteks ingin mempertahankan negara kesatuan, kita berharap wilayah itu tetap berada dalam negara kesatuan RI. Tetapi bagaimanapun juga kita harus menjunjung demokrasi. Kita akan menghormati pilihan rakyat Timor Timur sendiri, apakah tetap berada dalam negara kesatuan RI atau memisahkan diri.
Di bidang ekonomi, bagaimanapun juga skala penanganan perekonomian kita tidak dapat dipisahkan dengan keadaan perekonomian di negeri kita saat ini yang tengah dilanda krisis. Bahkan krisis diperparah oleh adanya kekurangan pangan di dalam negeri dan kekurangan dana untuk pembangunan. Hal ini membutuhkan perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh. Caranya, menurut saya, perlu kita berpegang pada kaidah-kaidah atau patokan-patokan utama penanganan ekonomi yang benar. Prinsip itu adalah segala usaha ekonomi harus ditujukan untuk mencapai keuntungan. Keuntungan itu, antara lain dapat diperoleh dengan efisiensi cara kerja kita, kemampuan untuk mendayagunakan sumber daya manusia.
Pembangunan ekonomi tidak dapat didasarkan pada mimpi-mimpi memakmurkan rakyat tanpa perhitungan-perhitungan rasional. Sebab atas nama apa pun, ekonomi seperti kedokteran, tidak bisa hanya menggunakan satu cara. Misalnya, dalam kedokteran cara menyuntik dari sisi Islam ada aturan-aturannya, tetapi secara umum tetap mengikuti kaidah kedokteran itu sendiri. Dalam ekonomi juga demikian, apakah sesuai dengan Islam atau tidak. Ekonomi menurut saya harus diurus secara ekonomis. Islam merupakan patokan-patokan orientasi kita. Kita berorientasi untuk menciptakan keadilan sosial, kita berorientasi untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya, dan seterusnya.
Di bidang penegakan hukum kita juga harus bekerja keras. Kita semua merasakan dan menyaksikan di negeri kita hukum saat ini hampir-hampir tidak berlaku. Pelanggaran-pelanggaran hukum terjadi, dan bahkan dilakukan sendiri oleh aparat penegak hukum. Karenanya melalui pemilihan umum nanti NU melalui PKB akan memperjuangkan penegakan hukum. Karena tanpa penegakan hukum yang sungguh-sungguh kita belum mampu melaksanakan UUD 1945 sebagai konstitusi kita. UUD 1945 memberikan hak kepada wanita untuk menjadi apa saja di negeri ini. Yang jelas ketika Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa umat yang dipimpin oleh seorang wanita akan mengalami kerusakan, menghadapi kiamat, “fantadzirus saah“, hal itu diucapkan pada saat masyarakat waktu itu masih dalam kondisi lokal yang sangat berbeda dengan sekarang. Waktu itu pada abad ketujuh Masehi, masyarakat Arab tempat dilahirkannya Islam, terbagi dalam suku-suku yang saling berperang satu sama lain karenanya kepemimpinan harus dijadikan kepemimpinan perorangan (“personal leadership“).
Nah, kepemimpinan personal itu mengakibatkan yang menjadi pemimpin hanya lelaki. Karena lelaki harus membagi air, menjaga keamanan, menyelenggarakan perdagangan, mengatur pertanian, dan sebagainya, yang harus dilakukan oleh laki-laki. Tetapi kepemimpinan sekarang harus dilembagakan (institusionalisasi), sehingga seorang pemimpin tidak berdiri sendiri. Dia merupakan bagian dari sebuah lembaga. Jadi tidak perlu heran jika kelak, NU melalui PKB tidak mencalonkan presiden dari seorang wanita, sesuai dengan kehendak para ulama atau pemimpin yang duduk di MPR. Ini terjadi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat saja yang telah merdeka lebih dari 200 tahun, sampai sekarang belum kita dapati seorang presiden dari seorang wanita.
Yang juga penting harus diingat di masa mendatang adalah pendidikan. Pendidikan harus menjadi masalah utama kita. Dengan pendidikan berarti kita melakukan konsolidasi terhadap sumber daya manusia kita. Tanpa sumber daya manusia yang baik, maka tidak akan ada artinya kita melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan itu hanya dapat dijalankan apabila ada sumber daya manusia yang terdidik yang melaksanakan apa yang diharuskan oleh pembangunan. Kita harus mengusahakan agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Tidak seperti sekarang, untuk mendapatkan pendidikan rakyat harus membayar mahal.
Ke depan kita harus dapat melaksanakan program-program yang menunjukkan watak reformatif seperti yang saya uraikan di atas, karena reformasi adalah kunci bagi kita untuk menuju masyarakat yang lebih baik bagi kita semua.
Kita juga prihatin dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di negeri kita. KKN tidak hanya terjadi dalam pemerintahan, tetapi sudah melimbah ke dalam masyarakat kita. Untuk memberantas KKN tidak ada pilihan selain menegakkan hukum dan peraturan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada peluang bagi siapa saja untuk melakukan KKN.
Dalam kondisi apa pun kita masih mempunyai harapan ke depan. Ada ajaran “walaa taiasu“, jangan berputus asa. Kita tidak dapat berputus asa menghadapi masa depan bangsa. Yang harus dilakukan adalah upaya-upaya untuk mengatasi berbagai masalah.