Kekejian

Sumber Foto: https://blog.aksiamal.com/ini-alasan-mengapa-fitnah-dikenal-kejam/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Hadis Nabi Muhammad Saw. mengatakan: “fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan (al-fitnatu as syaddu minal qathli)”. Hadis ini dimaksudkan untuk menghindarkan masyarakat dari kebiasaan buruk memfitnah. Karena akibat dari kebiasaan memfitnah akan merenggangkan hubungan dalam waktu berkepanjangan? Apalagi akibatnya tidak hanya terbatas pada pelakunya saja, melainkan juga pada keturunan dan handai taulannya bahkan kelompok atau golongan? Contoh yang klasik adalah gagasan saya yang menyatakan, apakah benar saya menjadi budak Israel dan pecinta orang Kristen?

Jawaban kedua pertanyaan itu sebenarnya sangat mudah. Dalam kasus pertama, bukankah Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Uni Soviet dan RRC? Padahal keduanya adalah negara yang jelas-jelas mencantumkan Atheisme (paham tidak percaya pada Tuhan) dalam Undang-Undang Dasar-nya. Bukan mustahil mereka juga berusaha merongrong Indonesia, sebuah negara yang mencantumkan kepercayaan pada Tuhan sebagai dasarnya. Secara potensial mereka musuh kita, tapi dalam kenyataannya mereka bukanlah demikian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa antara cita-cita dan kenyataan (realitas) terdapat jurang yang sangat lebar. Kebutuhan hidup sesuatu bangsa tidak bisa diukur dengan cita-cita saja, melainkan juga harus melihat realitasnya. RRC sekarang berkepentingan membela sistem moneter Indonesia, karena kekhawatiran ambruknya mata uang kita akan membuat ambruk pula mata uang mereka.

Hal ini berlaku pula dalam hubungan antara kita dengan bangsa-bangsa lain. Semboyannya adalah kita tidak boleh doktriner, melainkan harus dapat mengutamakan kepentingan nasional. Dalam segala hal kita berbeda dengan Singapura, yang menyamakan adalah kedua negara sama-sama menjadi anggota ASEAN. Ini saja sudah cukup untuk membuat kedua negara itu bukan hanya hidup berdampingan, melainkan juga hidup bersahabat.

Hal yang sama sebenarnya juga terjadi dengan Israel. Persamaan antara kedua bangsa sangat besar dalam segala hal. Namun, kita memandang persoalannya dari kaca mata bangsa Arab, yang memang mempunyai kepentingan sendiri. Karena sama-sama beragama Islam, ketika saya menyuarakan kepentingan akal, maka saya dianggap sebagai antek Israel. Padahal saya hanya bermaksud membawakan kepentingan nasional bangsa Indonesia saja, yaitu pengalihan teknologi negeri tersebut ke negeri kita dan membuka hubungan perdagangan antarkedua negara.

Hal yang sama saya temukan dalam kasus lain. Dalam hal ini beberapa media massa di negeri kita pernah menyatakan bahwa saya telah mengambil 500 buah mobil Timor untuk taksi. Jumlah bisa berbeda, tapi intinya tetap sama: fitnah karena saya berani mengungkapkan kelakuan dan sikap mereka yang menghendaki berlakunya ajaran Islam sebagai dasar negara. Tentu saja, tidak semua orang menganut faham ini (berhaluan kanan) menggunakan fitnah dan kekerasan, tapi tindakan mereka itu menjadi patokan sikap orang lain terhadapnya.

Dalam hal ini, saya bukanlah orang yang mempersoalkan kepentingan WTO (World Trade Organization) sehingga tak akan membahas dampaknya. Saya juga bukanlah pembela Tommy Soeharto, hingga harus menyalahkan WTO tersebut. Apalagi kalau masalahnya dikembangkan menjadi kasus hukum, karenanya ada Keputusan Presiden (Keppres) yang menunjuk Tommy Soeharto “biang kerok”-nya.

Yang menjadi masalah adalah bahwa saya tidak mempunyai perusahaan taksi. Dengan demikian tidak ada tempat bagi penafsiran apa pun dalam hubungan dengan mobil Timor itu. Bagaimana mungkin saya menerima 500 buah mobil, jika usaha taksi pun tak punya? Jangankan 500 buah taksi, satu pun saya tidak punya dan tidak ingin memilikinya. Dari contoh ini jelaslah, bahwa fitnah itu dilancarkan oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan nama baik saya? Hanya golongan Islam kananlah yang menjadi musuh saya saat ini, maka wajar saya menyangka mereka di balik fitnah itu? Apalagi karena memang mereka paling sering berbuat demikian.

Bukankah dengan itu, lalu menjadi terang bagi kita di mana letak kekejian dari tindakan tersebut?.