Kita Harus Jujur dan Terbuka
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Sebenarnya bangsa ini memiliki perasaan sebagai bangsa yang kuat sekali. Jadi untuk masalah nasionalisme bangsa ini, tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah apa yang hendak kita perbuat untuk bangsa ini. Sebab, saat ini ada dua faktor yang sama sekali tidak nampak pada bangsa ini, yaitu kejujuran dan keterbukaan.
Masyarakat sendiri juga yang salah, sebab mereka menyerahkan begitu saja permasalahan bangsa ini pada birokrat. Kita merasa bahwa pemerintah itu sudah paling tahu. Kita menyimpang dengan yang dinyatakan oleh ahli perang Prusia, von Clausewitz bahwa perang terlalu penting untuk diserahkan pada seorang jenderal saja. Kita juga seperti itu, pembangunan terlalu penting untuk dilakukan oleh para birokrat saja. Seharusnya pembangunan itu dipimpin sendiri oleh masyarakat, melalui pembahasan-pembahasan, diskusi dan sebagainya, lalu diputuskan model orientasinya seperti apa. Jangan seperti sekarang, pembangunan hanya menghasilkan bagi kalangan sarjana saja. Bagi kalangan bawah tidak sama sekali. Akhirnya muncul jembatan kesenjangan dan kemiskinan.
Hal ini terlihat juga di dunia pendidikan. Pendidikan itu intinya adalah percontohan Mestinya, guru itu digugu lan ditiru (dipercaya dan ditiru) bukan wagu tur saru (tidak pantas dan norak). Untuk itu, ganti saja sistemnya semua, dan pemerintah yang harus melakukannya. Pemerintah itu kekuatannya sangat besar. Jadi merekalah yang memiliki wewenang untuk itu.
Dulu ada novel Mochtar Lubis, Jalan Tak Ada Ujung. Salah satu novel terbaik yang pernah ada dalam bahasa Indonesia. Novel ini berkisah tentang seorang guru yang korupsi Dia mengkorupsi kapur, buku tulis, Lantas, bagaimana mau memberantas korupsi, kalau gurunya saja ngajarin korupsi. Jadi, korupsi itu terstruktur, termasuk di dunia pendidikan
Begitu pula dalam masalah pluralisme. Kehidupan yang multikultur dan damai harus dijaga dengan tidak merusaknya. Seperti halnya RUU Anti Pornografi bila diteruskan bisa membuat orang Bali marah. Pemerintah seharusnya berani melawan kelompok-kelompok yang memaksakan kehendaknya. Jangan kelompok minoritas ekstrem malah diberi peluang.
Dalam RUU Anti Pornografi ada pasal yang membolehkan masyarakat untuk berpendapat dan melakukan penilaian. Ini akan membuat golongan keras-keras akan menilai dan membuat pernyataan tentang sesuatu itu porno Jika itu terjadi maka entek wis, habis sudah.
Yang kasihan itu ya orang Bali juga orang Irian. Kelompok minoritas akan terancam. Hal ini karena tidak ada kedewasaan karena orang-orang yang ekstrem ini diberi kesempatan.
Masalah Ekonomi
Sebenarnya kita juga tidak memiliki kerangka ekonomi yang jelas demi rakyat Indonesia. Yang ada hanyalah ketundukan pada IMF (International Monetery Fund) dan Bank Dunia. Kita ini, oleh pihak luar didikte melalui globalisasi yang disetir oleh Amerika Serikat dan Eropa Barat. Kita lupa pada teman kita China dan India.
Ambil contoh Jepang, di Jepang itu ada daerah bernama Kanzai, meliputi Osaka, Yokohama dan Kyoto. Penanaman modal disana kecil-kecil, antara 20-30-dolar saja. Tapi kalau ditotalkan jumlahnya, jumlah investasi yang kecil-kecil itu bisa mencapai 50 juta dolar. Tapi, disini tidak ada semacam itu. Sebab ini membutuhkan kepercayaan, dan kita tidak mendapatkan kepercayaan dari dunia luar.
Yang harus kita lakukan adalah keberanian, terbuka dan jujur. Kita bisa menjalin hubungan luar negeri dengan negara manapun, tapi kepentingan kita itu nomer satu. Sekarang ini, barang kita kalau diekspor dibeli dengan murah sekali. Tapi, kalau kita beli di negara maju, harganya menjadi mahal sekali. Hutang luar negeri kita sangat besar, sampai ratusan miliar dolar. Anehnya, kita masih bangga. Malah dengan adanya penundaan pembayaran utang luar negeri saja, kita bangga.
Kesejahteraan bangsa Indonesia selama 100 tahun kebangkitan ini kalau dilihat baik sih baik. Kalau kita lihat ada kemajuan, rakyat tidak bodoh seperti 100 tahun lalu. Tapi, tercapai tidaknya arah pembangunan nasional ini ternyata tidak. Pembangunan kita itu elitis, hanya untuk penetingan orang-orang kaya saja. Saya tidak anti orang kaya, tapi kenyataannya seperti itu. Saya khawatir, kalau itu memuncak, semua bisa terjadi revolusi sosial.
Mari kita perbaiki Indonesia ini secara betul, jangan sampai tambah keliru. Mari kita berdialog bersama-sama sebagai bangsa mengenai hal-hal yang menyimpang tadi. Mari kita clear-kan birokrasi itu.