Pembangunan Ekonomi dan Lingkupnya

Sumber foto: https://sustainly.com/sustainable-banks/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

BEBERAPA orang, termasuk para Duta Besar negara-negara sahabat yang ada di Jakarta, bertanya kepada penulis: Apakah lingkup dari pembangunan ekonomi yang Anda ingini? Kemudian penulis mengemukakan beberapa hal yang akan menjadi paramater konsep pembangunan ekonomi yang ada dalam benak penulis. Dengan ‘melemparkannya’ kepada khalayak melalui tulisan ini, penulis berharap akan memulai sebuah alur dialog panjang oleh masyarakat luas. Dari dialog tersebut, penulis berharap sebagai bangsa kita akan merasa perlu mencapai kesepakatan tentang liputan pembangunan ekonomi yang diinginkan bangsa ini. Tentu saja, kesimpulan akhir belum dapat kita rumuskan secara final pada saat ini.

Penulis mengemukakan hal itu secara sederhana dan dirumuskan sebagai berikut. Inti lingkup pembangunan ekonomi itu sederhana saja. Ada beberapa buah prinsip yang harus kita sepakati di samping ada juga orientasi pembangunan ekonomi itu sendiri. Tiga buah prinsip dikemukakan penulis dalam hal ini, pertama yaitu kompetisi/persaingan harus menjadi pegangan kita di bidang usaha, melalui efisiensi yang rasional dalam mengendalikan perekonomian. Kedua, tidak meninggalkan kerangka perniagaan internasional yang bebas (free international trade frameworks), seperti IMF, Bank Dunia dan WTO (World Trade Organization Organisasi Perdagangan Dunia). Dan ketiga, dengan sengaja mengebangkan orientasi perekonomian rakyat dengan jalan memajukan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai orientasi yang sangat serius. Hal itu dilakukan dengan pemberian kredit murah, sebesar 5-6% bunga bank pertahun.

Kombinasi prinsip-prinsip di atas dan orientasi yang mengacu kepada pengembangan UKM, dimaksudkan untuk mengakui kenyataan yang disebutkan oleh JH Boeke, seorang sejarawan ekonomi di masa pemerintahan Hindia Belanda. Dalam pandangan Boeke, perekonomian negeri ini bersifat ganda, yaitu ada sisi perekonomian yang bersifat formal, dan ada pula yang bersifat non-formal. Usaha-usaha formal menggunakan sistem pembukuan resmi, yang diperiksa oleh angkutan publik, untuk memperoleh ketetapan pajak usaha-usaha tersebut dari pemerintah pusat. Pada saat yang sama, kita juga mengakui ekonomi non-formal dari UKM yang berfungsi di pasar. Mereka tidak terkena keharusan menggunakan pembukuan, melainkan tiap hari harus membayar retribusi alias pajak tidak resmi bagi keuntungan yang mereka peroleh dalam usaha-usaha mereka.

Kredit murah yang disediakan secara nyata bagi UKM itu, dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan. Pertama, menciptakan lapangan kerja secara besar-besaran untuk mengatasi jumlah pengangguran yang semakin membengkak di negeri kita. Kedua, membuka lebih luas pasar dalam negeri kita, guna memungkinkan perluasan pemasaran produk-produk dalam negeri dari UKM itu. Dengan demikian memperbesar aktivitas perekonomian nasional. Ini berarti, kita memang tidak bertumpu pada besarnya ekspor produk-produk nasional, sebagai subsitusi impor dari negara-negara lain. Kalau ada pemekaran pasar dalam negeri (domestic markets), dengan sendirinya akan terjadi peningkatan produksi dalam negeri. Kalaupun ada pemekaran ekspor produk nasional, sebabnya adalah kebutuhan pasaran dunia akan produk-produk kita sendiri.

Memang, hal-hal yang disebutkan di atas tampak sederhana sekali. Tetapi, kehidupan perekonomian nasional suatu bangsa memang bukan hal yang rumit, namun diperlukan konsistensi tinggi untuk menjaganya agar tetap berlangsung. Sebagai contoh dapat dikemukakan apa yang diperbuat oleh Hjalmar Schacht, Menteri Perekonomian Jerman pada permulaan pemerintahan Adolf Hitler. Schacht menghabiskan uang negara untuk membangun jalan-jalan raya (autobahn) puluhan ribu kilometer di seluruh Jerman. Pendapatan yang diperoleh dari upaya itu, diarahkan untuk menumbuhkan sektor pembuatan barang (manufacturing industry). Seharusnya, kenaikan produk-produk pembuatan barang itu diikuti dengan upaya merebut pasaran dunia. Tetapi, dalam kenyataan, oleh Hitler industri pembuatan barang itu dibelokkan arahnya menjadi pembuatan-pembuatan barang-barang militer (military goods) yang kemudian mengekspansi negara-negara tetangganya, dengan alasan Jerman memerlukan ‘ruang hidup’ (lebensraum).

Hal ini kemudian dikoreksi oleh Kanselir II Jerman Ludwig Erhard. Dengan semboyannya: ‘fungsi sosial dan ekonomi pasar’ (Sozialen Marktwirtschaft), yang tetap menjadi pedoman Jerman yang bersatu saat ini. Karena itulah kita tidak usah malu-malu mengambil apa yang baik, darimana pun datangnya hal itu. Dahulu Jepang memproduksi dan menjual barang-barang imitasi berkualitas rendah di pasaran dunia, sekarang membuatnya tidak ragu-ragu mengeluarkan barang-barang berkualitas tinggi. Inilah yang membuat negeri Sakura itu menjadi raja di bidang optik (seperti lensa dan sebagainya), di samping dunia elektronika melalui produk-produk berkualitas tinggi seperti Sony, Hitachi dan lain-lain. Ini belum lagi dihitung industri otomotifnya yang menghasilkan mobil-mobil Toyota, Honda, Nissan, dan Suzuki.

Karenanya, kita tidak harus mengikuti rute produksi barang-barang murahan berkualitas rendah itu. Kita tidak perlu mencontoh apa yang diperbuat Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang membanjiri pasaran dengan barang-barang berkualitas rendah saat ini. Orang-orang kita sendiripun sudah tidak mau membeli sepeda motor RRT yang berkualitas rendah saat ini, karena mudah rusak. Mungkin pada pakaian-pakaian dalam saja, RRT dapat bertahan dengan harga murah, namun ia mulai kehilangan pasaran dunia secara keseluruhan. Tetapi kita langsung menuju industri barang-barang berkualitas tinggi. Inilah yang diperbuat oleh Taiwan dan Korea Selatan, dan di bidang pertanian oleh Thailand karena kita pun memiliki kekayaan alam demikian besar.

Sumber-sumber alam kita dapat disimpulkan sangat kaya pada tiga bidang yaitu produk hutan, barang tambang dan kekayaan laut. Yang terakhir ini, bahkan sekarang diperkaya oleh temuan-temuan baru. Karena hutan-hutan kita dirusak oleh pengelolaan yang tidak baik (missmanagement) di masa lampau, diperlukan 5-10 tahun untuk menatanya kembali.

Demikian pula, pengelolaan tambang-tambang kita selama ini amburadul Akibatnya kita memerlukan 5-10 tahun lagi untuk memperbaikinya. Tinggal hasil-hasil eksplorasi lautlah yang dapat diandalkan untuk memperbaiki perekonomian nasional kita. Karenanya kita memerlukan konsep yang tepat untuk memajukan perekonomian nasional kita.

Diperlukan investasi yang besar, disiplin nasional yang tinggi dan kejelian pandangan untuk membuat perekonomian nasional kita tidak bergantung kepada siapapun. Harus ada kepastian hukum (legal certainty), untuk memungkinkan datangnya investasi besar ke negeri kita, tetapi mereka hanyalah alat untuk mengembangkan perekonomian nasional bukanya majikan yang harus diikuti kata-katanya. Seperti juga IMF, Bank Dunia, dan WTO hanyalah alat untuk menjaga kepentingan kita, mereka bukannya lembaga-lembaga yang dapat menekan kita sendiri. Di samping itu harus dilakukan pemberantasan KKN, melalui perubahan/peningkatan penghasilan PNS, militer, maupun kaum pensiunan/purnawirawan. Itu semua memerlukan keberanian moral yang tinggi untuk dilaksanakan. Penulis yakin, kita masih memiliki keberanian seperti itu, bukan?