Gus Dur: The Godfather

Sumber Foto: https://alowarta.alonesia.com/khazanah-islam/73210225693/humor-gus-dur-bikin-ngakak-strategi-tukang-cukur-rambut

Oleh : K.H. Abdurrahman Wahid

Wawancara Bersama: Andy F. Noya, Soleh Solihun, Wendi Putranto

Untuk mengenang seminggu wafatnya KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Presiden RI ke-4 sekaligus Bapak Pluralisme dan Multikulturalisme Indonesia, kami memuat kembali wawancara eksklusif dengan beliau yang sempat dimuat di Majalah Rolling Stone Indonesia edisi Oktober 2008.

Selama hampir 2 jam Gus Dur ketika itu mengungkapkan lagi rencananya untuk maju sebagai kandidat Presiden RI di Pemilu 2009, persiteruannya dengan keponakannya sendiri di PKB, Muhaimin Iskandar, aliran Ahmadiyah, pemberantasan korupsi di Indonesia serta ketidakpercayaannya saat itu dengan pimpinan KPK hingga band rock favoritnya, Guns N’ Roses. Semuanya dalam jawaban yang lugas dan ceplas ceplos khas Gus Dur. Setidaknya dalam beberapa dekade ke depan sangat sulit bagi negara ini untuk bisa memiliki lagi figur kharismatik nan kontroversial yang selalu berpihak bagi rakyat seperti dirinya. Selamat tinggal, Gus, selamat jalan, Guru Bangsa….

*****

Presiden Republik Indonesia keempat, K.H. Abdurrahman Wahid, membuka pembicaraan dengan sebuah lelucon soal Yesus Kristus. Dia terbahak setelah menceritakan lelucon itu. Lantas, tanpa diminta, pria yang lebih popular dengan nama Gus Dur itu menceritakan lagi sebuah lelucon. “Setelah Soeharto turun dari kepresidenan, dia mengatakan kepada pembantu-pembantunya, kenapa saya nggak dikenalkan dengan seorang makelar tanah dari Nazareth? ‘Ada apa Pak?’ kata pembantunya. Lalu, Soeharto bilang, Saya dengar di sana kalau orang mati, setelah tiga hari, hidup lagi,” kata Gus Dur sambil terbahak lagi. Kabar soal betapa Gus Dur gemar melontarkan joke seperti itu benar adanya. Sebuah penerbit bahkan menerbitkan buku dengan judul Mati Ketawa Ala Gus Dur.

Siang itu, Gus Dur tiba di kantor pusat Pengurus Besar Nahdatul Ulama sebelum jam dua belas siang, seperti yang dijanjikannya. Turun dari mobil dia langsung duduk di kursi roda menuju ruang kerjanya. Beberapa jurnalis televisi dari Belanda mengikutinya.

Gus Dur sendiri yang memilih tempat untuk wawancara dengan ROLLING STONE di kantor PB NU. Bangunan itu tak punya lobi yang memadai. Hanya sebuah meja, semacam meja resepsionis tapi tanpa penjaga, yang langsung menyambut di pintu masuk. Jika berjalan ke arah kiri pintu, Anda akan langsung menuju musholla, yang hanya menyediakan satu kursi kecil untuk menunggu.

Ruangan tempat Gus Dur menerima kami untuk tak begitu luas. Hanya ada satu meja di sana serta beberapa kursi. Singgasana tempat Gus Dur duduk sangat empuk. Lengkap dengan fasilitas penyetel sandaran kursi secara otomatis, melalui tombol di sebelah kanan Gus Dur. Suasananya mirip dengan ruang kerja Don Vito Corleone dalam film The Godfather.

Dalam konstalasi rock & roll, Gus Dur merepresentasikan semangat punk rock. Jika di tahun 1977 vokalis Sex Pistols Johnny Rotten berteriak lantang “Anarchy in the UK” maka Gus Dur di tahun 2001 tak hanya pandai bicara namun mewujudkannya. Sebagai Presiden Republik Indonesia yang mengemban amanat reformasi total, di tengah-tengah pro dan kontra, pada 23 Juli 2001 ia nekat mengumumkan Dekrit Presiden. Isinya membekukan MPR dan DPR, membubarkan Partai Golkar, dan menyelenggarakan Pemilu setahun kemudian. Dekrit ini ternyata kontraproduktif karena tidak mendapat dukungan polisi maupun militer. Alhasil Gus Dur justru “digulingkan” melalui Sidang Istimewa yang digelar beberapa hari kemudian.

Menjelang Pemilu 2009 mendatang Gus Dur jauh-jauh hari telah menyuarakan tekadnya untuk maju kembali ke dalam bursa presidensial. Aspek kesehatan jasmani yang membuatnya terjegal pada Pemilu 2004 silam tidak membuatnya risau. Dalam usianya yang 68 tahun, Gus Dur menyatakan siap bertempur. Sayangnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kendaraan yang dipersiapkan untuk balapan tahun depan, kembali bermasalah. Terjadi dualisme kepemimpinan di dalamnya.

Kepada ROLLING STONE, Gus Dur menjawab semua pertanyaan secara lugas dan apa adanya.

Banyak yang penasaran apakah Gus Dur benar akan tetap mencalonkan diri 2009 nanti?

Ya. Saya disuruh orang tua. Umurnya 97 tahun. Selama dia belum mencabut [perintah itu], saya terus saja.

Seberapa hebat orang tua ini sampai Gus Dur begitu taat?

Di kalangan NU memang begitu, diharuskan taat pada orang tua. Dulu memang saya katakan di muka kamera televisi, saya mendukung Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden kalau dia punya keberanian untuk jadi presiden. Ternyata sampai sekarang dia tetap penakut.

Tapi, faktanya sekarang Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden..

Ya boleh-boleh aja. Tapi kan dia penakut. Nggak berani mengadakan tindakan apa-apa. Contoh yang paling gampang, teman-teman islam fundamentalis itu, nggak ada yang ditangkap.

Ada yang ditangkap, Gus.

Ya, tapi di dalam [penjara] hidupnya sangat enak. Mustinya itu kan menurut undang-undang kita, orang yang bawa senjata tajam terhunus, patut dituntut, dibawa ke pengadilan. Nyatanya nggak.

Semua mantan presiden tidak hadir di istana pada perayaan 17 Agustus lalu. Tapi Gus Dur hadir, seakan Gus Dur mendukung pemerintah yang sekarang.

Begini, 17 Agustus itu kan peringatan kemerdekaan bangsa kita, jangan dilihat sebagai soal pribadi. Saya ke sana dalam rangka menghormati 17 Agustus. Saya nggak senang caranya Megawati, semua dicampur aduk antara soal pribadi dan negara.

Bagaimana pandangan Gus Dur terhadap mantan presiden lain yang tidak mau hadir?

Itu urusan mereka. Mereka semua memang juga jengkel sama SBY. Tapi, soal negara jangan dicampur aduk dengan soal pribadi.

Banyak yang meminta sebaiknya Gus Dur tidak mencalonkan diri lagi.

Lah undang-undangnya bagaimana? Undang-undangnya mengatakan demokratisasi di Indonesia harus melalui parpol. Saya sudah punya parpol sendiri kan? PKB. Nah itu yang saya pakai. Kalau Anda diminta orang banyak untuk menjadi calon presiden, Anda harus dengarkan juga dong.

Tapi, PKB sedang bermasalah.

Sekarang ribut. Demi penyelesaiannya saya bilang, begini aja deh, biar nggak usah berantem, yang menjadi anggota DPR-RI melalui Muhaimin Iskandar. Dia nggak perlu jadi pengurus. Sebaliknya, yang ikut DPP, boleh jadi pengurus. Gitu aja.

Seorang Gus Dur dikenal sangat demokratis, tapi dalam pertikaian di tubuh PKB, Gus Dur terkesan otoriter?

Anda lupa satu hal. Bahwa kejujuran, keterbukaan, dan kebersihan itulah yang pokok. Muhaimin itu, nggak bisa mempertanggungjawab kan 14 milyar rupiah. Kalau nggak jujur, kita tinggalkan. PKB ini partai yang penuh kejujuran. Sekarang ini saya sedang mengadakan pembersihan dan pembenahan atas dasar kejujuran dan keterbukaan itu.

Tapi sebaliknya, kubu Muhaimin menuduh Gus Dur menerima uang dari Yusuf Emir Faishal [Ketua Komisi IV DPR, pengurus PKB]?

Saya? [nadanya meninggi]. Silakan buktikan! Jangan cuma ngomong aja.

Mereka punya bukti transfer dan tanda terima dari bendahara PKB.

Yang nerima siapa? Transfernya kepada siapa? Begini ya. Muhaimin itu pembohong. Saya tahu persis. [Dia] keponakan saya. Apa ya bener omongan mereka itu? Lah, begini ya, Si Aris Junaedi [bendahara PKB] itu, menerima uang dari Yusuf Faishal untuk kepentingan DPP PKB. Dia nanya saya, saya bilang terima aja, Anda sebagai bendahara, uangnya pegang. Kalau ada apa-apa, tanda terimanya pegang. Jadi, itu tanda terimanya tidak pribadi.

Artinya Gus Dur membantah terima uang Rp 300 juta?

Saya setiap bulan sudah ditanggung negara untuk pengobatan. Negara memberikan Rp 33 juta. Lebih dari cukup. Nggak habis itu. Kalau ada yang menuduh saya menerima uang itu, buktikan dong! Yang penting kan buktinya. Kalau ngomong aja gampang.

Kalau keponakan mbalelo [tidak nurut] kepada pamannya, apakah itu tanda respek yang hilang?

Terserah. Saya sih nggak ambil pusing. Yang penting dia jujur apa nggak. Begitu keluar pendapat dari Andi Matalata (menteri hukum dan ham), bahwa yang diakui sebagai wakil PKB adalah Muhaimin Iskandar dan Lukman Edi. Saya bilang ke anak saya Yeni, kamu nggak usah terusin. Tapi, saya nggak akan halangin kalau nanti dia dipilih lagi.

Gus Dur menuduh pemerintah ikut andil di dalam perpecahan di PKB. Maksudnya?

Oh iya. Karena Jusuf Kalla. Dia yang biayain itu semua. Segala macam keperluan Muhaimin Iskandar. Simple aja. Pemerintah berkepentingan saya nggak jadi calon presiden.

Ada buktinya?

Oh saya diberitahu orang dalam. Ini perbuatannya Jusuf Kalla. Orang ini nggak pernah keliru kok kalau memberi tahu saya. Dia orang dalam. Selama ini, kalau dia beritahu saya begini-begini, selalu benar. Termasuk soal SBY. Kalau dibilang SBY gini-gini, itu betul.

Tapi dari konteks hukum, Gus Dur kan kalah terus. Jadi, ada kesan Gus Dur ini tidak mengindahkan hukum?

Saya? Ya terserah. Kalau hukumnya curang? Pengadilannya curang?

Jadi, Gus Dur tidak percaya hukum Indonesia?

Oh nggak. Tidak percaya! [nadanya meninggi] Karena memang curang. Dari Mahkamah Agung ke bawah. Mau diapakan?

Akhirnya Mahkamah Agung memenangkan kubu Muhaimin, apa tindakan Gus Dur?

Oh ya saya bertanding. Jalan terus.

Ini kan membuat pengikut PKB bingung.

Ah, nggak ada yang bingung. Anda aja yang bingung. Loh, maaf ya, dari 440 cabang PKB, semuanya di belakang saya.

Apa tidak ada jalan islah [perdamaian] ?

Nggak ada. Kecuali salah satunya harus kalah.

Tapi ini tidak sesuai dengan Gus Dur yang kita kenal, yang selalu membuka pintu maaf.

Bukan. Saya tetep menghargai islah. Muhaimin datang ke sini, salaman, baik, nggak ada masalah. Tapi, disuruh menempatkan dia, tidak akan mungkin. Karena dia tidak jujur. Jaman dulu ya, selesai Muktamar NU di Asem Bagus, Kyai Assad marah kepada saya bukan main. Karena saya melantik dan membiarkan pengurus-pengurus yang idhami, menjadi pengurus. Jadi saya begitu sudah sejak lama.

Lalu, kalau Gus Dur melihat jalan keluarnya apa?

Sudah. Itu nanti kita tentukan kalau sudah jelas siapa.

Ada yang merasa Gus Dur lebih mementingkan ego pribadi.

Bukan. Saya mementingkan kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Jangan keliru. Itu perjuangan kami dari dulu.

Lalu bagaimana Gus Dur melihat kader partai yang tadinya loyal kemudian berpindah ke kubu Muhaimin?

Mereka hanya memikirkan kedudukan. Pengen jadi [anggota] DPR. Kalau pilihannya cuma begitu, silakan. Saya bagi dua jenis manusia di dalam PKB. Satu manusia yang mementingkan kepentingan sendiri, ya itu seperti Muhaimin dan mereka itu. Kedua, mereka yang mementingkan kepentingan umum untuk dijalankan.

Lalu, bagaimana Gus Dur memandang mereka yang mbalelo , yang lompat pagar?

Ya biar aja. Enteng betul kok di PKB. Saya menyatakan mereka yang jadi anggota DPR-RI maupun legislatif, kalau ditentukan oleh DPP-nya, boleh jadi pengurus. Kalau nggak, ya nggak. Kepada KPU saya ngomong jelas sekali, bahwa kalau you nanti lihat daftar kami, dan you lihat daftar Muhaimin Iskandar, kemudian you campur, itu urusan you, bukan urusan saya. Saya nggak mau bikin ribut.

Dan dengan pindahnya loyalis ke kubu Muhaimin, apakah itu tidak akan dilihat sebagai menurunnya wibawa Gus Dur?

Terserah mau dibaca apa kek, terserah. Lihat saja dalam muktamar nanti. Muhaimin aja sudah dibikin pusing setengah mati, karena nggak ada yang nurut. apa Dia bikin DPP hanya lima belas yang ikut. Lainnya nggak mau.

Itu indikasi apa?

Ya dia sudah habis, nggak ada apa-apanya.

Seberapa marah Gus Dur pada Muhaimin?

Ini bukan soal marah tapi soal percaya apa nggak. Dan itu bukan saya yang menentukan, tapi rapat DPP secara musyawarah. Termasuk waktu Muhaimin dalam rapat yang dia ikuti, dia menyatakan mundur. Itu dia sendiri. Saya biasanya diam dalam rapat.

Boleh tahu, apa modal Gus Dur sehingga yakin akan memenangkan pemilu 2009?

Karena saya lebih realistis. Orang bertanya, Anda ini prosentasenya kecil. Yang mendukung saya ini, kecil prosentasenya. Tidak keluar dalam polling. Kenapa? Karena di negeri kita itu, orang yang ditanya di dalam polling, orang yang punya telepon. Di negeri kita, yang mayoritas orang yang nggak punya telepon. Simple.

Dan yang tak punya telepon itulah pendukung Gus Dur?

Lah, pemilih saya itu banyak. Kan mereka itu lari ke saya. Anda nggak lihat sih, tiap hari puluhan ribu rakyat ke sini.

Sekarang yang dikhawatirkan, lagi-lagi, persoalan kesehatan. Ini bisa jadi ganjalan lagi dalam pencalonan Gus Dur.

Loh, saya siap. Itu kan gimana pemerintah aja. Apa kata pemerintah aja. Saya buka semuanya, blak! Dulu, apakah masalahnya saya dilengserkan apa tidak, itu masalah pribadi. Tapi sekarang masalahnya apakah Indonesia punya orientasi pembangunan yang tepat? Itu sudah jadi persoalan lain lagi, nggak bisa disamain dengan dulu.

Tapi kan dalam kondisi negara seperti sekarang, justru dibutuhkan stamina atau fisik yang kuat.

Karena itu dibutuhkan pemerintah yang jujur. Yang sekarang ini tidak! Selesai! Mau apa? Sedikit-sedikit larinya ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung itu mafia peradilan.

Gus Dur bisa dituntut ngomong seperti itu.

Terserah. Kalau berani menuntut, silakan. Pusing-pusing amat.

Lalu apa persoalan bangsa saat ini yang menurut Gus Dur perlu mendapat perhatian?

Keterbukaan dan kejujuran. Ya tadi itu, pemerintahan yang bersih. Yang namanya DPR harus dikembalikan fungsinya.

Loh, bukannya sekarang DPR sudah cukup kuat dan dominan?

O, belum cukup. Gimana mau dominan kalau masih banyak yang nggak karu-karuan di dalamnya. Itu persoalan lain lagi. DPR dikasih power luar biasa, setelah diaduk-aduk.

Kalau Gus Dur jadi presiden, apa yang pertama kali dilakukan?

Nomor satu. Pembersihan korupsi. Berlaku kejujuran dan keterbukaan.

Tapi, soal pemberantasan korupsi ini, Apa yang Gus Dur lakukan waktu jadi presiden?

Waktu itu yang nomor satu kita kerjakan bukan korupsi. Persoalan yang paling mendesak keutuhan Republik Indonesia. Karena itu saya pergi keliling dunia, 80 kunjungan dalam waktu 20 bulan. Bayangkan. Tujuannya memelihara keutuhan dan integritas Republik Indonesia.

Dalam soal pemberantasan korupsi, menurut Gus Dur, bagaimana kinerja KPK?

Bagaimana KPK bisa bagus kalau ketua KPK-nya mantan jaksa. Apa ada jaksa yang bersih?

Jadi, Anda tidak percaya sama KPK?

O, jelas tidak.

Tapi KPK banyak sekali membongkar kasus korupsi.

Ya, mudah-mudahan begitu. Orang yang dijerat oleh KPK itu hanya orang-orangnya Megawati.

Jadi, Anda melihat ini ada bobot politisnya?

Ah, bukan bobot politis lagi.

Kalau Gus Dur jadi presiden, KPK akan diapakan?

Ya, lihat dulu dong. Presiden yang baik, seperti halnya Obama, tidak akan mau mengemukakan rencananya, termasuk akan ada perubahan besar, karena itu urusan dia dan para pembantunya nanti. Saya pun begitu. Nggak mau saya bicarakan dari sekarang. Nanti dengan para pembantu saya.

Jadi nggak usah digembar-gemborkan sekarang ya Gus?

Ya iya. Saya nggak pernah gembar-gemborkan. Orang kayak Anda yang selalu ribut.

Kandidat capres mendatang masih muka lama, padahal reformasi sudah berjalan satu dekade.

Reformasi itu kan kata mereka…

Jadi, masih terlalu cepat buat Indonesia menemukan figur seperti, katakanlah, Barack Obama?

Yang terpenting itu bukan muda atau tua. Yang terpenting yang punya konsep yang jelas tentang bagaimana mengatasi persoalan-persoalan . Tapi, siapapun yang jadi, dia akan pakai tenaga-tenaga muda. Mau nggak mau begitu.

Kalau melihat iklan politik anak-anak muda yang mencalonkan diri jadi presiden, apa pendapat Gus Dur?

Kalau itu sih maaf deh. Duit melulu. Soalnya sekarang adalah siapa yang bisa bayar.

Jadi, Gus Dur meragukan tampilnya generasi muda?

Bukan. Saya meragukan orang-orang yang tampil di televisi. Itu lain loh.

Apa salah mereka yang tampil di televisi?

Mereka belum pernah membuktikan apa-apa. Itu kan cuma gimmick aja.

Anda keberatan dengan iklan-iklan politik?

Bukan. Iklan politik yang jujur, oke silakan.

Ada iklan politik yang jujur?

Ada juga nanti, pelan-pelan.

Anak-anak muda yang tampil sebagai calon, mengatakan sudah saatnya yang tua mundur.

Kalau dia ngomong begitu, buktikan dia punya konsep yang jelas. Kalau cuma muda tua, muda tua, bukan politik, itu kampung.

Kalau Gus Dur sudah membuktikan?

Kalau saya, jelas punya konsep mau diapain Indonesia ini. Pembangunannya dimulai dari keterbukaan untuk memberantas korupsi. Itu pokok. Tanpa korupsi diberantas, kita takut sama korupsi, akibatnya hukum tidak jalan. Karena pemberantasan korupsi bagian mutlak dari sebuah pembangunan.

Kembali ke iklan politik, banyak juga yang mencibir tapi banyak juga yang memuji tampilnya generasi muda di televisi.

Saya tanya, misalnya siapa?

Misalnya, ada yang mengusung slogan ‘hidup adalah perbuatan’ [tertawa]

Maaf ya. Saya nggak percaya itu. dia aja nggak percaya. Sutrisno Bachir kan? Itu pendapat dia pribadi.

Tapi dalam konteks iklan politik, menurut Gus Dur, apa artinya?

Ah nggak ada artinya. Rakyat sudah tahu siapa yang mesti dipilih. Sebab itu yang akan menentukan siapa yang dipilih adalah kyai kampung. Mereka sudah membuktikan kejujuran mereka. Mereka sudah membuktikan kesungguhan mereka. Pengabdian mereka, tanpa balasan apa-apa. Rakyat kampung ikut mereka.

Tapi, seberapa banyak mereka jika dibandingkan anak-anak muda modern?

Justru anak-anak muda modern itu berapa banyak?

Tapi kyai kampung itu malah berantem dengan keponakannya sendiri.

Siapa? Loh, kyai kampung ikut saya semua. Itu kan di dalam partai. Mereka tuh nggak jadi pengurus partai di tingkat atas, tapi di tingkat bawah. Nanti kalau mau, Anda ikut saya, hari Kamis. Kita berangkat dari rumah jam tujuh pagi. Kita akan ketemu kyai kampung di Cicalengka. Di pesantrennya ajengan Ahmad Syahid. Di situ dari seluruh Jawa Barat, datang kyai kampung. Saya tantang yang lain-lain, ayo datang silakan bikin kayak gini.

Gus, saya mau flashback sedikit, apa yang ada di kepala Gus Dur waktu membubarkan Golkar?

Karena di dalamnya banyak sekali orang korup.

Apakah memberantas tikus harus membakar lumbung padinya?

Bukan dibakar. Saya tidak membubarkan Golkar begitu saja, saya bubarkan habis itu kita bentuk lagi, tapi yang bersih.

Gus, ini berandai-andai, jika Gus Dur tak bisa ikut dalam Pemilu 2009, siapa orang yang paling tepat memimpin Indonesia?

Nggak ada.

Maksudnya?

Ya memang nggak ada. Presidennya aja sekarang penakut.

Bangsa ini mau ke mana dong kalau tak ada orang yang layak memimpin?

Itulah pertanyaan saya. Bangsa ini mau ke mana?

Gus Dur jangan nakut-nakutin begitu dong.

Loh, bukan nakut-nakutin. Siapa yang berani berantas korupsi sekarang? Yang dibawa ke pengadilan itu, orang-orangnya Megawati. Apa begini? Ini pertanyaan saya, persis.

Lalu solusi apa yang ditawarkan?

Ya saya jadi calon.

[tertawa].

Loh, jangan tertawa. Saya punya konsep yang jelas.

Saya suka jawaban itu. lugas. Bahwa pilih Gus Dur, menawarkan solusi. Mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan.

Pertama, mulai dari pemberantasan korupsi. Penegakkan hukum. Keterbukaan dan kejujuran. Udah kalau itu jalan, baru berikutnya apa, dibicarakan bersama.

Dengan formula yang ditawarkan itu, kelihatannya Gus Dur berteriak di padang pasir.

Biar aja. Kenapa pusing-pusing amat? Saya teriak nggak ada yang denger biar aja. Tapi, kalau begitu kenapa Anda ke sini? [tertawa].

Soal kejujuran, tidak gampang menemukan kejujuran saat ini.

Yang menentukan siapa, Anda apa rakyat? Terserah rakyat saya mau dipakai atau dibuang.

Beberapa ulama bilang, negara ini akan lebih baik jika diterapkan hukum syariah Islam.

Nggak. Terus terang, itu orang-orang begitu, orang kepepet. Sebentar lagi mau habis. Nafas penghabisan. Karena bangsa kita itu pada dasarnya adalah bangsa yang longgar pada orang lain. Kita sudah biasa hidup dengan bermacam-macam pandangan. Lah, sekarang ini permintaan membubarkan Ahmadiyah, itu kan permintaan dari sekelompok orang yang akan habis. Fundamentalis.

Jadi, Pancasila harus dipertahankan?

Oh jelas. Itu sih harga mati.

Ahmadiyah tetap dijaga?

Bukan dijaga. Ahmadiyah itu harus dilindungi. Lain dong dijaga dengan dilindungi. Karena inilah perintah dari Undang-Undang Dasar 1945, bahwa orang berpandangan apapun di negara ini dijamin. Saya sih nggak ngerti apa itu Ahmadiyah, apa itu Syi’ah, nggak ngerti.

Jadi, yang Gus Dur perjuangkan, menegakkan UUD 1945?

Ya. Kenapa UUD 1945, karena Amin Rais sebagai Ketua MPR lupa, mengundangkan amandemen-amandemen di masa lampau. Lah kalau orang sehat berpikir, kalau tidak bisa menjalankan yang baru yang ditawarkan undang-undang, maka dipakai yang lama kan?

Bagi kepentingan Indonesia, siapa yang sebaiknya jadi presiden Amerika Serikat?

Obama dong. Karena dia sudah berbuat yang benar. Yaitu kalau ditanya apa sebentar lagi akan ada perubahan-perubahan ? Dia nggak mau jawab. Hillary Clinton maupun McCain, menjawab perubahannya gini-gini, urusannya ke Bush lagi. Tapi kalau Obama tidak begitu. Seorang presiden di Amerika Serikat tidak akan berunding terhadap bentuk perubahan itu sendiri sebelum dia ngomong sama pembantu-pembantunya. Kayak McCain, Hillary, alah itu sih kacangan.

Harapan Gus Dur terhadap bangsa ini?

Marilah kita berbuat jujur dan terbuka. Semboyan PKB kan begitu.

Katanya Gus Dur senang musik rock?

Saya sih musik apa saja. Gamelan juga senang.

Led Zeppelin?

Ya. Led Zeppelin. Tapi, begini ya, Guns N’ Roses juga bagus. Saya kasih tahu ya, yang namanya soul, itu dari Led Zeppelin terus ke belakang. Makanya saya seneng sekali dengan Guns N’ Roses.

Katanya, Anda mendukung Ahmad Dhani?

Oh iya. Karena Ahmad Dhani ini memperjuangkan sesuatu kebebasan. Perkara dosa-dosa dia, itu bukan urusan saya.

Dan sama-sama pernah bermasalah dengan Habib Riziek.

Wah iyaa.

Apa hal yang paling berkesan selama jadi presiden, selain dicabut mandatnya oleh MPR?

Udah lupa. Hal-hal kepresidenan sudah saya lupakan.

Kenapa?

Nggak enak, kan? [tertawa].

Lalu kenapa mau balik lagi?

Loh, sekarang ini untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pribadi.

Waktu senggangnya ngapain Gus?

Dengerin radio. Sekarang banyak sih audio book. Kemarin, saya baru selesai dengar cerita tentang Eagle. Itu sekelompok penerbang Amerika, yang masuk jadi penerbang Eagle. Ikut perang.

Buku yang paling berpengaruh buat Gus Dur?

Buku dari Aristoteles, Eticha Nichomachea. Kalau nggak ada buku itu, saya sudah jadi fundamentalis. Saya pergi ke satu kota, di tahun ’79, ikut seminar. Saya pergi ke masjidnya, di sana ada terjemahannya Ibnu Rusydi, dalam peti kaca. Di kulitnya, ada tulisan al-Ahlaq. Terjemahanya Ibnu Rusydi. Saya langsung memeluk. Si pengurus mesjidnya bilang, ‘Ada apa?’ Saya bilang, kalau nggak karena buku ini, saya sudah jadi fundamentalis.

Jadi, Gus Dur baca pada umur berapa?

Umur enam tahun saya sudah baca. Saya disuruh ayah saya baca bahasa Arab. Dia nyuruh tapi sambil pegang tongkat. Mau nggak mau harus baca [tertawa].

Pelajaran terpenting yang diajarkan pesantren?

Disuruh belajar keterbukaan. Lalu, yang kedua, moralitas. Betapapun jeleknya anak pesantren, tapi moralitasnya tinggi. Sama dengan pendeta kan? Kalau ada pendeta mencuri, semua ribut.

Punya joke yang belum pernah diceritakan?

Wah, nggak tahu saya. Ada yang denger jokes saya, lalu dibukukan. [tertawa].

Beri satu joke lagi dong

Seorang ibu asal Indonesia diundang ke Amerika Serikat. Suatu malam dia diundang makan, duduk di meja, pelayannya nanya. Ma’am, do you like salad? Kalau mau makan, biasanya kan dikasih selada dulu. Dia jawab, ‘Oh yes, five times a day.’ Dia kira ditanya soal shalat [ngakak].

Dari mana Gus, sumber joke itu?

Saya ambil dari mana-mana. Terkadang ngarang sendiri.

Kalau joke waktu ketemu Fidel Castro?

Tiga tahun lalu, waktu perjalanan ke Eropa, saya mampir di Salzburg. Ketemu Pak B.J. Habibie, kebetulan lagi travel sama istrinya. Di lobi hotel, cuma kami berempat, Ahmad Watik Pratiknya, Muladi, Habibie, dan saya. Muladi tanya, ‘Gus, waktu ketemu Fidel Castro ngomong apa?’ Saya bilang, ‘Indonesia punya empat presiden. Masing-masing terkait dengan profesinya. Soekarno politikus ulung. Jadi hubungan dengan dunia politik. Soeharto berkaitan dengan harta benda. Habibie, ilmuwan, kerjaannya membuat ekor pesawat. Muladi tanya, ‘kalau Gus Dur sendiri?’ Saya bilang saya taat kepada profesi saya. ‘Apa itu? Tanya Muladi. Turis domestik [tertawa]. Padahal yang saya omongin dengan Castro tentu lain.

Joke yang lain?

Saya pernah bilang ke Castro, setiap orang terikat dengan kegilaan. Craziness. Termasuk para mantan presiden Indonesia. Soekarno itu gila perempuan. Soeharto gila harta. Lah kalau Habibie gila sungguhan. Kalau saya, bikin orang lain gila [tertawa]. Kalau begitu, kata Castro, ‘Saya mirip yang ketiga dan keempat karena saya kalau pidato tujuh jam. Apakah karena saya gila? Yang jelas, saya bikin orang lain jadi gila [tertawa].’