Jangan Mengorbankan Rakyat Kecil (Wawancara)
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Bagaimana pandangan Anda tentang keadaan Indonesia selama tahun 1994?
Kalau saya rasa sih semakin tercapai kematangan. Meskipun belum matang sepenuhnya. Seperti Mega (Megawati Soekarno Putri. Red.) bisa menjadi ketua Umum PDI umpamanya, lalu kasus NU, Kadin, PPP — itu menunjukkan bahwa secara politik ada kematangan dalam menangani perkembangan politik yang terjadi, dan tidak dihalang-halangi sampai habis. Tapi di sisi lain, yang namanya kemajuan tidak rata disemua bidang, ada bagian-bagian yang menyedihkan. Seperti masih adanya pembredeilan pers terhadap tiga media, yaitu Tempo, Detik dan Editor. Dan kita lihat juga pada Komnas HAM… kalau dulu kan hak asasi itu tabu nggak pernah dibicarin, kalau ngomongin hak asasi itu dianggap sebagai mahluk dari planet lain. Tapi sekarang kan enggak, Komnas HAM itu merupakan pengakuan bahwa hak asasi manusia itu — entah mau dirumuskan sesuai dengan deklarasi universal PBB atau dalam bentuk lainnya itu soal lain lagi. Ini merupakan pengakuan tentang hak asasi manusia.
Menurut Anda bagaimana peran dari Komnas HAM itu sendiri?
Ya. Komnas HAM tidak bisa diharapkan terlalu banyak. dalam bentuknya yang terbaik, dalam posisinya yang terbaik ya dia enggak bisa. Tapi bukan berarti gagal, walaupun tidak hanyak bisa kita harapkan darinya bukan berarti lalu kita menganggapnya gagal. Proyeknya gagal… ya enggak juga.
Kalau dilihat dari segi hukum, bagaimana pandangan Anda dengan dibatalkannya tuntutan masyarakat Kedungombo?
Itu menunjukkan masalah dasar kita belum terpecahkan dengan baik, yaitu keharusan adanya hak untuk meninjau UU berdasarkan UUD. Jadi konstitusionalitas dari suatu UU. Nah itu enggak ada itu peraturannya siapa itu sedangkan dalam peraturan pemerintah terhadap UU ada itu Mahkamah Agung. MA melalui proses kasasi di PTUN. Tapi kan kita bisa melihat bahwa, masalah ini masih mengganjal MA mengeluarkan sebuah keputusan untuk memberikan ganti rugi yang lebih besar kepada para masyarakat kedungombo. Itu artinya, yang dinamakan MA mempunyai hak untuk menentukan mengesahkan produk-produk hukum. karena kompensasi terhadap peraturan-peraturan dianggap terlalu rendah oleh MA. Karena itu dikoreksi. Itu baru peraturan kepada UU, belum UU terhadap UUD. Nah. kemudian dibatalkan lagi karena pihak eksekutif marah. Ini merupakan regresi atau kemunduran.
Mengapa Anda katakan suatu kemunduran?
Ya kemunduran, karena kan suatu keputusan yang sudah jelas merupakan peninjauan yang – katakanlah- jujur terhadap produk-produk hukum.
Berarti, menurut Anda sendiri peran MA selama ini masih kurang dengan masih menggunakan produk hukum kolonial. Apa pendapat Anda untuk pembangunan bidang hukum?
Itu enggak bisa di netralisir. Dalam hal yang berbeda-beda jawabnya juga berbeda-beda. Kalau kita katakan hak asasi kita tegakkan menyangkut orang menjadi lesbi atau hak pelacur untuk beroperasi. Nah itu kan menjadi masalah. Di negeri kita belum diperbaiki dan di negeri kita tidak bisa karena norma-norma kita berbeda dengan barat Jadi kita harus tahu dalam memperjuangkan hal-hal semacam ini juga enggak boleh ngawur. Jadi yang terpenting hukum itu dalam menegakkan harus mengacu kepada tiga buah prinsip yang prinsipil dari sendi negara kita. Satu, pertanggung jawab pemerintah kepada rakyat secara jujur. Itu harus ada. Yang kedua, objektifitas dari hukum, jangan hanya mengabdi kepada segelintir orang yang merugikan orang banyak. Yang ketiga adalah, ruang gerak yang cukup bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya korektif ya…. koreksi terhadap pemerintah. Belum tentu orang yang koreksi itu mau merobohkan pemerintah. Maksudnya malah untuk menyegarkan pemerintahan agar selalu tetap pada komitment semula.
Bagaimana prediksi Anda akan terjadi pada tahun 1995?
Wah nggak ngerti. Saya bukan dukun. Enggak bisa, saya enggak berani. Terlalu banyak faktor independen yang tidak terkontrol di luar kita. Perkembangan politik itu perkembangan aktual dari suatu keadaan. Itu ada beberapa masalah. Satu, apakah jendral-jendral akan memasuki masa pensiun apa tidak? Apakah tetap pada jabatan mereka. Apakah PDI akan mengalami gangguan terus menerus? Apakah kesehatan Bapak Presiden akan terus baik seperti sekarang? Cukup banyak faktor. Siapa yang bisa ngukur, nggak ada. Apakah kita bener-bener punya duit untuk membangun, karena kita bergantung pada bantuan luar negeri. Bulan Juni nanti kalau kita tidak dapat bantuan, bagaimana mau membangun. Kita tergantung orang luar kan. Apakah pihak luar negeri masih bersabar menanamkan modalnya di Indonesia, kalau peraturannya masih contang-pelontang. Tidak ada keseriusan dalam menggarap. Kalau menurut saya lebih baik ke Vietnam, prospeknya jauh lebih baik. Kita enggak serius sih. Mengatakan persaingan bebas, nyatanya ada monopoli, Dan masih banyak lagi faktor-faktor independen lainnya. Sedangkan faktor variabel konstannya sangat kecil.
Apa harapan Anda di tahun 1995?
Mudah-mudahan gejolak yang terjadi toh kalau ada gejolak jangan mengorbankan rakyat kecil. Marilah kita jaga stabilitas kehidupan bangsa kita itu sekuat mungkin. Perubahan-perubahan harus tetap dilaksanakan tanpa mengorbankan stabilitas. Dengan kata lain, kita tidak boleh mengorbankan stabilitas hanya untuk kepentingan perubahan. Kedua-duanya harus berjalan. Oleh karena itu kita perlu berpegang pada suatu prinsip, yaitu perkembangan harus berlangsung secara konstitusional. Hal-hal yang tidak konstitusional ya harus kita hadapi. Dari situ kan akan muncul bermacam-macam.
Selama ini, perkembangan itu konstitusional atau tidak?
Sejauh ini masih.
Bagaimana dengan campur tangan pihak luar?
Ya itu merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi. Harus ada kematangan dari semua pihak. Sekarang kan modelnya enggak kayak dulu.
Bagaimana dengan campur tangan eksternal terhadap ormas?
Enggak semuanya begitu. NU bebas dari itu semua, Konprensi Waligereja Indonesia, Muhammadyah itu enggak. Ya tergantung organisasi yang bersangkutan, apakah dia punya kekenyalan. Punya tradisi yang baik.
Bagaimana dengan masalah kerukunan hidup beragama?
Kerukunan itu akan tercapai dengan betul, apabila semua pihak belajar dari pengalamannya masing-masing. Bukan saling mencurigai. Kita bisa saling membantu nantinya. Misalnya, saya selalu dapat informasi dari Vatikan, dari situ saya tahu, bahwa umat Katolik mempunyai masalah seperti ini, lalu pemecahannya seperti apa. Dan sebaliknya saya juga berusaha menginformasikan kembali keadaan kita di sini. Dari masalah seperti ini kita bisa saling belajar dari pengalaman. Apakah ada forum dialog antar agama? Ada. Seperti FAHAMI. Forum Agama untuk Hak Asasi Manusia. Untuk saling memahami.