Kekuasaan Manusia Dan Kekuasaan Allah

Sumber foto: https://homecare24.id/apa-yang-dimaksud-sistem-pemerintahan-presidensial/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Dalam sebuah pengkajian di muka kamera Televisi Republik Indonesia, penulis ditanya melalui telpon, mengapakah Indonesia yang Loh jinawi (memiliki kekayaan alam yang luar biasa) sampai dianggap negara ke-6 di dunia yang paling banyak koruptornya? Dalam memberikan jawaban, penulis menunjuk kepada sistim pemerintah yang salah, sebagaimana yang kita miliki saat ini. Karenanya yang harus di lakukan dalam hal ini, adalah menciptakan sistim pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan kita sebagai bangsa, ini adalah jawaban sederhana, yang ingin dikupas lebih jauh dalam tulisan ini kekurangan inilah yang harus diperbaiki untuk kepentingan kita sendiri di masa depan.

Sistim pemerintahan yang kita miliki sekarang, adalah sistim yang sudah sekian lama di jalankan secara salah, sehingga kehilangan orientasinya semula dan tinggal ungkapan-ungkapan kosong yang tidak ada artinya bagi rakyat banyak. Ia hanya mengabdi kepada kepentingan dua kelompok yang sebenarnya tidak berjumlah besar di negeri kita, karenanya selalu timbul kesan seolah-olah sistim itu sendiri tidak perlu diubah, melainkan hanya pelaksanaannya saja yang perlu diperbaiki.

Pendapat seperti ini sebenarnya sangat menyesatkan, karena sekian kurun waktu, untuk melaksanakan hal yang keliru, bahkan orientasi semula yang tadinya mengabdi kepada rakyat banyak, telah berubah menjadi orientasi pengabdian bagi kepentingan birokrasi, penguasa, dan kelompok kaya/para konglomerat-hitam di negeri ini. Untuk yang terakhir ini, umpamanya, telah dikucurkan kredit dalam jumlah sangat besar melalui BLBI (Bantuan Likuidasi Bank Indonesia), yang oleh peminjam di larikan keluar negeri, dan kemudian dipakai untuk membeli perusahaan semula dari tangan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Untuk itu, diperlukan peninjauan-ulang (review) atas keseluruhan jalannya perundang-undangan, peraturan-peraturan pemerintah dan orientasi kita sebagai sebuah bangsa hanya dengan cara itulah kita akan melihat, bahwa telah terjadi kesalahan-kesalahan besar dalam mengelola pemerintahan, orientasi ekonomi dan hubungan antara masyarakat dan negara peninjauan ulang itu akan menghasilkan koreksi total atas jalannya pemerintahan dan atas sistim pemerintahan dan sistim politik yang berlaku. Kalau kita tidak berani melakukan hal ini, maka rangkaian amandemen atas undang-undang dasar yang telah kita capai melalui beberapa kali Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR-RI tidak akan mencapai hasilnya sama sekali.

Reformasi hanya akan terjadi, kalau peraturan-peraturan dan undang undang yang mengatur jalannya pemerintahan juga turut diperbaiki. Reformasi tidak akan terjadi secara menyeluruh hanya dengan melakukan amandemen undang-undang dasar belaka, apalagi kalau orientasi undang-undang dasar itu tidak dicerminkan oleh undang-undang dan peraturan-peraturan pelaksanaanya. Dengan demikian, menjadi jelas peninjauan ulang atas semua produk pemerintahan selama ini, ditinjau dari orientasi UUD 1945, perlu dilakukan. Tanpa adanya perubahan-perubahan yang dimaksud itu, reformasi akan mengalami hambatan yang mungkin justru akan mematikan rangkaian amendemen yang dihasilkan.

Undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada tidak akan dapat membuat kita bertindak terhadap korupsi, dan segala aturan hukum yang ada tidak akan dapat memberantas penyalahgunaan wewenang. Padahal, tanpa penghentian penyalahgunaan wewenang tersebut, tidak akan mungkin dilaksanakan. Semua orang pun mengakui pentingnya arti reformasi bagi kehidupan kita sebagai bangsa. Bagaimana kita dapat mengembangkan sesuatu yang benar-benar diperlukan oleh bangsa ini, kalau justru aturan pelaksanaan setiap produk tidak mengalami peninjauan ulang dan perubahan-perubahan. Dengan demikian jelas bagi kita, reformasi hanya dapat dilakukan kalau undang-undang dan semua peraturan mengalami peninjauan-ulang dan mana yang perlu diubah dan disesuaikan dengan orientasi kepentingan-kepentingan rakyat, maka baru lengkaplah reformasi yang kita jalankan, bahkan termasuk melakukan koreksi terhadap kerangka untuk melakukan amandemen demi amandemen yang dilakukan oleh MPR-RI.

Dalam hal ini, ketentuan-ketentuan agama dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun kembali segala macam undang-undang dan peraturan yang ada, dalam kaitan kesejahteraan rakyat dua sisi harus diperhatikan wujudnya dalam kerangka kesejahteraan rakyat itu. Pertama, sisi kemakmuran, yang akan dicapai dengan sendirinya dalam kegiatan ekonomi yang terarah, dan Kedua, keadilan yang berarti kedaulatan hukum guna memeratakan kemakmuran tersebut bagi seluruh warga negara. Jika kedua hal itu dapat dicapai, dengan sendirinya akan menjadi jelas (evident) pula bahwa peranan birokrasi, aparat keamanan, dan aparat pertahanan harus diabdikan kepada pelayanan masyarakat, bukannya justru bersikap minta dilayani masyarakat seperti terjadi saat ini.

Kata ‘kemakmuran’ (social welfare) mengharuskan kita membentuk system ekonomi yang mengacu kepada kepentingan orang banyak. Ini termasuk kebijakan transportasi umum, yang sekarang belum kita miliki sebagai akibat pengembangan perkeretaapian angkutan darat melalui jalan raya, pelayaran dengan menggunakan pelabuhan sebagai titik tolak dan titik akhir angkutan laut dan lapangan terbang? airport yang menjadi titik kunci angkutan udara, haruslah disusun secara integratif dan tidak berkembang terpisah-pisah seperti saat ini. Tidak heranlah kita jika kelangkaan kebijakan umum di bidang pengangkutan/transportasi juga mempengaruhi kualitas dari angkutan itu sendiri. Dunia pelayaran kita masih bersifat angkutan lokal, dan diisi (feeder lines) yang menggunakan jasa-jasa pelabuhan samudra di luar negeri, dengan akibat meningkatnya ongkos angkutan bagi barang-barang kita yang akan memasuki pasaran dunia.

Contoh kecil ini menunjuk kepada pentingnya ketepatan orientasi dalam mengelola ekonomi kita, yang harus mengolah sumber-sumber alam kita yang kaya raya itu, bagi kepentingan orang banyak. Di kombinasikan dengan rasa keadilan, yang akan hanya tegak jika kita memiliki kedaulatan hukum (rule of law) yang dijalankan dengan tuntas oleh aparat pemerintah kita. Padahal aparat pemerintah kita baru dapat menegakkan kedaulatan hukum, jika tingkat kehidupan merekapun perlu diperhatikan dan dinaikan. Prinsip inilah yang harus selalu kita ingat, sebagaimana terlihat dalam pendapatan pegawai negeri sipil dan militer, sehingga mereka dapat diminta meninggalkan KKN, dan sepenuh hati mengabdi kepada kepentingan rakyat kecil yang merupakan mayoritas bangsa.

Indah sekali seruan Islam dalam hal ini, bukan…?