Keterangan Gus Dur Menanggapi Slamet (Wawancara)

Sumber Foto: https://bincangsyariah.com/kolom/kenapa-gus-dur-bisa-jadi-presiden/

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

DIHUBUNGI secara terpisah Gus Dur menyatakan, bahwa kritik Slamet maupun Chalid atas dirinya merupakan hak mereka. “Semuanya terserah pada muktamar kelak, apakah kritik itu bisa diterima atau justru kepemimpinan saya yang diterima sebagai benar-benar kukuh berpegang pada Khittah 1926,”

Kritik semacam itu, menurut Gus Dur, sebenarnya isu lama yang ditampilkan dalam kemasan baru. “Dulu, ketika muktamar NU di Krapyak, Yogyakarta, saya juga dikritik Kiai As’ad (almarhum KH As’ad Syamsul Arifin, mustasyar PBNU). Tetapi, akhirnya hal itu tidak diterima oleh peserta muktamar. Dulu, saya sempat dianggap sebagai ketua ketoprak. Sekarang saya dibilang ketua politik. Ya, terserah saja. Itu hak mereka,” katanya.

T: Tanggapan Gus Dur terhadap kritik Slamet dan Chalid Mawardi?

J: Biar saja. Saya menduga ada orang lain yang menyuruh Slamet melontarkan kritik itu. Mengapa saya dibilang begitu, karena, saya tahu Slamet itu nggak pernah berdiri sendiri. Dulu, dia nggantung pada saya. tetapi saya tidak bisa digantungi begitu. Maka saya tidak lagi bisa ngopeni dia. Sekarang dia justru mengritik saya. Itu artinya dia mencari gantungan lain setelah saya.

T: Soal materi kritiknya?

J: Ya, terserah muktamar nanti. Kalau saya dianggap menyimpang dari khittah, tidak amar makruf nahi munkar, atau yang lainnya, sebaiknya hal itu diajukan dalam forum muktamar. Seperti ketika Kiai As’ad dulu mengritik saya. Sehingga, peserta muktamar bisa menilainya.

T: Apa memang banyak kegiatan Anda yang bermuatan politik?

J: Ndak. Saya tidak pernah ikut campur dalam urusan politik. Buktinya, ketika PPP ramai-ramai muktamar, saya tidak ikut. Ketika Golkar punya gawe, saya juga tidak ikut campur. Demikian pula ketika PDI kongres, saya tidak terlibat. Bahwa ada orang-orang NU yang dizalimi (dipaksa masuk ke dalam kepengurusan partai berlambang bintang, tanpa tanda tangan atau tidak sesuai dengan hasil muktamar PPP), kami ikut solider. Sebab, kekuatan warga NU yang memang realistis itu tidak diperhitungkan. Itu namanya orang NU dizalimi. Kami ikut prihatin.

Fenomena lain, misalnya di PDI sekarang orang NU mulai muncul, kami ya ikut senang. Itu saja. Bahwa banyak orang NU di Golkar yang masih mlempem, karena kualitas mereka tidak baik atau tidak memenuhi harapan umat, ya saya prihatin. Itu saja. Wajar-wajar saja, kan?

T: Apakah Anda merasa pernah melakukan kegiatan politik?

J: Bagi saya, batasan kegiatan politik itu apabila kita melakukan upaya untuk mencari jabatan, baik di DPR maupun di tempat lain. Saya tidak melakukan hal itu. Kalau saya, misalnya, melontarkan pandangan atau pendapat agar bisa mempertahankan UUD 1945 agar negara ini tetap berdaulat, masyarakatnya bebas mengeluarkan pendapat, berserikat, tanpa diganggu, sehingga bisa memberikan persamaan hak tanpa kecuali, apa itu berpolitik? Itu kan hak saya sebagai warga negara Indonesia yang baik dan benar serta sadar akan keberadaan negerinya.

Hal-hal seperti itu bukan berarti saya berpolitik. Slamet saja yang nggak ngerti. Sebaliknya, dia balik saja belajar. Atau, kalau tidak, berarti Slamet sama dengan menipu dirinya sendiri. Karena, siapa lagi yang mau mengamankan sendi-sendi UUD 1945 di negeri ini, kalau bukan kita, bangsa Indonesia?

Saya mengharapkan tokoh-tokoh NU yang sempat berbeda pendapat sehubungan dengan muktamar PPP, agar tetap menjaga kekompakan. Saya mengimbau para pemimpin NU, terutama yang di Jateng, untuk saling memahami pendirian dan pemikiran masing-masing.

Justru pada saat menerima tindakan sewenang-wenang dan dizalimi pihak lain itulah, para pemimpin NU harus saling merasa memiliki organisasi ini. Para tokoh NU yang di Golkar, parpol haruslah dimengerti sebagai orang-orang yang membela kepentingan NU.

Sebagai ketua umum PBNU, saya perlu menyatakan ini karena ada tokoh NU seperti KH Cholil Bisri, pengasuh Pondok Roudlotut Tholibien, Rembang, yang ingin mengundurkan diri dari NU dan kegiatan-kegiatannya. Kalaulah Pak Cholil berniat mundur gara-gara ini, kami semua yang di PBNU tentu tidak akan melepas. Sebab, jasa-jasa beliau dalam membela dan berjuang untuk NU sungguh sangat luar biasa besarnya.