Pentingnya Sebuah Arti
Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid
Di akhir November tahun lalu, penulis diundang oleh sebuah lembaga yang dipimpin Dr. Chandra Muzaffar untuk turut dalam sebuah diskusi di Malaysia. Karena tempat dan tanggal diskusi itu diubah, penulis tidak dapat turut serta dalam pembahasan-pembahasan yang dilakukan. Penulis hanya mengirimkan ringkasan sebuah makalah tertulis kepada lembaga itu, untuk dibahas dalam kesempatan tersebut -mudah-mudahan dengan langkah itu penulis dapat turut serta dalam membahas masalah yang diperbincangkan, yaitu peranan agama dalam mencari pemahaman yang benar tentang globalisasi. Kalau hal itu tercapai, berarti penulis telah mengambil bagian dalam pembahasan mengenai satu sisi globalisasi.
Memang, pembahasan mengenai globalisasi selalu sangat menarik, bukankah hal itu menyangkut seluruh sisi kehidupan umat manusia? Baik dalam sisi kolektif kehidupan manusia, seperti perdagangan dan sistem keuangan, maupun mengenai sisi individual (pribadi) seseorang -seperti selera kita akan sesuatu sangat ditentukan oleh pengertian kita akan globalisasi. Dengan mengambil sebuah pengertian tertentu, pemahaman kita akan globalisasi itu sendiri dengan sendirinya mengakibatkan sikap tertentu pula. Karenanya pembahasan istilah tersebut akan sangat menarik, justru karena relevansinya dengan kehidupan umat manusia.
Inilah yang mendorong penulis untuk mengirimkan ringkasan sumbangan pemikiran bagi jalannya pembahasan mengenai peranan agama dan globalisasi yang berlangsung di Malaysia itu. Persoalannya terletak pada cara bagaimana kita memahami arti kata globalisasi tersebut. Sebuah pemahaman yang salah akan mengakibatkan pandangan yang salah pula, dan ini berakibat pada pengambilan sikap yang tidak benar. Dengan demikian sikap kita, dan juga sikap agama-agama yang ada, harus diuji kebenarannya melalui pengertian yang benar pula, dan memiliki obyektifitas yang diperlukan. Dengan demikian, jelaslah bahwa pengertian yang benar tentang kata tersebut sangat diperlukan, kalau kita ingin memperoleh kesimpulan yang jelas dan benar.
*****
Dalam pengertian yang umum dipakai, kata globalisasi sangat dipahami sebagai dominasi usaha-usaha besar dan raksasa atas tata niaga dan sistem keuangan internasional yang kita ikuti. Ia juga dipahami sebagai pembentukan selera warga masyarakat secara global/mendunia yang juga turut kita nikmati saat ini. Deretan penjualan “makanan siap-telan” (fast food) menjadi saksi akan pemaknaan seperti itu. Selera kita ditentukan oleh pasar, bukannya menentukan pasar. Dari fakta ini saja sudah cukup untuk menjadi bukti akan kuatnya dominasi tersebut. Pengertian lain globalisasi adalah dominasi komersial dan pengawasan atas sistem finansial dalam hubungan antar-negara, inilah yang sekarang menentukan sekali tata hubungan antara negara-negara yang ada. Karenanya, pembahasan arti kata globalisasi itu menjadi sangat penting dan akan menentukan masa depan umat manusia. Karena itulah kita juga harus turut berbicara, kalau tidak ingin nantinya arti itu ditentukan oleh pihak lain yang disebutkan di atas.
Dalam hal ini, penulis menganggap arti kata globalisasi ini harus dipahami secara lebih serius, karena kalau kita lengah dan tidak memberikan perhatian, justru akan menjadi mangsa tata niaga internasional yang berlaku di seluruh dunia saat ini. Makanya, dari dulu penulis telah berkali-kali menyampaikan hal ini kepada masyarakat melalui pidato, ceramah, prasaran maupun artikel seperti ini.
Sikap penulis ini hampir-hampir tidak pernah mendapatkan responsi-responsi yang kreatif. Walaupun penulis juga mengetahui banyak artikel ditulis untuk jurnal-jurnal ilmiah tentang hal ini, namun hampir seluruh karya-karya itu tidak mencapai pembaca kebanyakan dan dengan demikian masyarakat tidak turut pula dalam pembahasan mengenai arti kata globalisasi itu. Dengan demikian, pemahaman sepihak yang bersifat materialistik atas kata itu tetap saja menjadi dominan. Penulis juga tahu bahwa dengan tulisan ini pun, masyarakat tetap saja banyak yang tidak mengetahui adanya bermacam-macam pengertian dari kata tersebut, karena mungkin terlalu kecilnya upaya untuk mengajukan pengertian lain, dari apa yang dimengerti masyarakat pada waktu ini. Namun, tulisan seperti itu harus dikemukakan guna menunjang sebuah keputusan politik yang nanti akan diambil pada waktunya.
*****
Dengan kata lain penulis memiliki keyakinan, bahwa perubahan sebuah pengertian akan terjadi, jika ada pihak yang nantinya mengambil kebijakan sesuai dengan kebutuhan tersebut. Ini akan terjadi jika ada pemerintahan yang benar-benar memikirkan kepentingan rakyat kebanyakan, dalam perimbangan kekuatan antara berbagai pemikiran di dunia ini. Jika nantinya ada pemerintahan yang benar-benar tidak rela akan adanya ketimpangan kekuatan luar biasa antara negara-negara berteknologi maju dengan negara-negara yang sedang berkembang, tentu akan ada tindakan-tindakan yang diambil untuk melakukan koreksi terhadap ketimpangan tersebut. Upaya korektif itulah yang akan menimbulkan pengertian yang benar atas kata globalisasi itu.
Islam mengajarkan perlunya dijaga keseimbangan antara hal-hal yang mengatur kehidupan manusia, mengapa? Karena hanya dengan keseimbangan itulah keadilan dapat dijaga dan akan berlangsung baik dalam kehidupan individual maupun kolektif kita. Sangat banyak kata “a’dilû” (berlakulah yang adil) dimuat dalam kitab suci al-Qur’ân, maka mau tidak mau pemikiran bersungguh-sungguh tentang masyarakat harus bertumpu pada kebijakan tersebut. Kata “al-qisthu” (keadilan) juga demikian banyak terdapat dalam pemikiran Islam, seperti “Wahai orang-orang beriman, tegakkan keadilan dan jadilah saksi bagi Tuhan kalian, walau akan merugikan (sebagian dari kalangan) kalian sendiri” (yâ ayyuha al-ladzîna âmanû kûnû qawwâmîna bi al-qisthi syuhadâ’a li allâhi walau ‘alâ anfusikum)(QS al-Nisa(4):135).
Jadi, jelaslah bahwa upaya menegakkan pengertian yang benar atas kata “globalisasi”, itu sangat terkait dengan penegakan keseimbangan antara berbagai kekuatan di dunia ini, yang juga berkaitan dengan pemikiran akan keadilan dalam pandangan Islam. Mungkin inilah yang dimaksudkan dengan hadis, “Sebaik-baik perkara/persoalan, adalah yang (terletak) di tengah-tengah” (khairu al ‘umur au sâthuha). Jelaslah dari hadis tadi, Islam sangat terkait dari sudut pemikiran keseimbangan antar-negara. Dengan kata lain, Islam sebenarnya tidak merelakan ketimpangan yang terjadi pada saat ini.