Soal Rakyat Bukan Hanya Soal Negara

Sumber Foto: https://bobo.grid.id/read/082852245/cari-jawaban-kelas-5-sd-tema-2-apa-jenis-jenis-usaha-kegiatan-ekonomi-di-masyarakat?page=all

Oleh: K.H. Abdurrahman Wahid

Dalam ruang opini sebuah harian terkemuka di ibukota (edisi, 15/8 1998) dimuat sebuah tulisan Drs. Kwik Kian Gie yang cukup menarik. Tulisan itu, berupa pembahasan atas sebuah TAP MPR, tentang ekonomi kerakyatan sebagai hasil Sidang Istimewa (SI 1998).

Dalam tulisan tersebut, dimuat sebuah tinjauan analitis tentang kesalahan anggapan yang menjadi dasar pemikiran ketetapan tersebut; yaitu bahwa segala sesuatu yang bersifat kerakyatan haruslah bersandar pada urusan-urusan kecil, termasuk kuitansi usahanya. Artinya, suatu usaha pantas disebut upaya kerakyatan bila berskala kecil dan jangkauannya terbatas. Juga, dalam tulisan itu, dimuat sebuah pengamatan bahwa hal-hal yang tercakup dalam ketetapan itu telah ditangani dalam produk lain yang tidak menggunakan ketetapan MPR sama sekali. Jadi, ada alasan mendasar untuk menganggap bahwa masalah kerakyatan harus diliput dalam sebuh TAP MPR, meskipun kalau dibuat juga berarti salah dari sudut hukum.

Terhadap yang terakhir ini, dapat kita lihat –misalnya, dalam Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra yang memiliki jumlah garapan (volume) yang sangat besar dalam perkonomian kita, di bidang asuransi. Usaha rakyat ini, ternyata mampu bersaing dengan para konglomerat lain, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Watak kooperatif yang dimilikinya, membuat usaha ini tetap jadi milik rakyat, meski garapannya berjumlah sangat besar, baik digarap oleh usaha-usaha itu, perorangan maupun usaha lain milik negara. Padahal, badan usaha itu tak pernah disinggung-singgung oleh ketetapan MPR dan tak pernah mendapat dukungan dari negara. Salah satu watak yang dimilikinya, tak lain karena kemampuannya yang tinggi untuk beroperasi (operative capability) dan mampu bersaing, hingga pantas disebut sebagai usaha kerakyatan. Artinya, setiap usaha kerakyatan harus ditilik dari semangat ini serta dari kemampuan inovatifnya bukan dari apa yang digarap. Sifat kerakyatan tersebut, diperoleh bukan dari dukungan negara atau lingkup usahanya, melainkan melalui upaya inovasi serta semangat kompetitif yang dimilikinya. Di sini, bantuan negara bisa jadi malah membunuh usaha yang tadinya disangka memiliki semangat kerakyatan. Betapa banyak koperasi yang gulung tikar, padahal sudah banyak dibantu kredit besar-besaran dari pemerintah. Ini semua, terjadi karena tidak adanya kemampuan bersaing (kompetisi), dan watak independen dari usaha kerakyatan itu.

Pengamatan Drs. Kwik Kian Gie di atas, saya dukung sepenuhnya. Tanpa memiliki dimensi dan kemampuan bersaing dan independensi, maka sebuah badan usaha tidak dapat dikatakan memiliki watak kerakyatan. Dalam sebuah kunjungan ke Amerika Serikat (AS), 10 tahun yang lalu, saya mendapati koperasi listrik pedesaan (Rural Electricity Cooperative) di sebuah daerah terpencil, Prince Willian Burg. Koperasi listrik pedesaan ini, melayani 5 negara bagian (setingkat propinsi di negara kita) dan menghasilkan tenaga listrik dengan kekuatan Mega Watt yang sangat tinggi. Yang menarik, koperasi listrik ini hanya dikelola oleh 5 orang saja, karena tingkat teknologi kelistrikannya sangat tinggi.

Hal inilah, yang sangat menarik perhatian saya, karena ini membuktikan kemampuan bersaing dan terdapatnya efisiensi yang tinggi dalam pengelolaan usaha bersama yang benar-benar berasal dari dan bergerak di lingkungan masyarakat itu. Kenyataan inilah, yang seringkali dilupakan ketika kita memeriksa literatur ekonomi dan produk-produk berbagai lembaga kelembagaan kita. Selama mereka tidak melakukan kajian –sebagaimana yang dilakukan Drs. Kwik Kian Gie ini, selama itu pula literatur kita tentang koperasi masih bersifat miskin dan tak menimbulkan kegairahan.

Dari sini, saya ingin menambahkan sebuah dimensi lain dari jenis badan usaha ini, untuk melengkapi tinjauan Drs. Kwik Kian Gie di atas tadi. Bahwa, di samping kemampuan bersaing dan tingkat efisiensi yang tinggi, yang memungkinkan badan usaha ekonomi kerakyatan tetap hidup (survive), ada sebuah watak lain yang sering dilupakan orang. Hal itu, adalah kesediaannya untuk mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan kepada publik, baik melalui laporan tertulis maupun dengan membuka diri terhadap pemeriksaan diri terhadap pemeriksaan dari luar.

Hal ini, menjadi sangat penting dalam era ekonomi dunia (globalisasi) seperti yang kita hadapi saat ini. Tentunya, ini membuat mereka yang mempunyai daya saing dan efisiensi yang sangat tinggi akan mampu mengendalikan badan usaha yang mereka pimpin. Secara teoritik, dengan manajemen usaha semacam ini, sebuah badan usaha dapat saja mengubah dirinya dari ekonomi kerakyatan ke alam ekonomi swasta ataupun negara. Jadi, kemampuan melakukan transformasi diri seperti ini timbul dari kemampuan berpindah-pindah dari bidang usaha dan pilihan yang diambil. Dan, karenanya kita tidak boleh hanya berpuas diri hanya menjadi pengamat dari luar, namun tidak mampu meneropong kekuatan ekonomi kerakyatan dari dalam diri kita sendiri. Wallahu a’alam.